Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bernostalgia dengan BBB, Asyik !

12 Mei 2020   18:24 Diperbarui: 12 Mei 2020   18:23 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ditilang Polisi (inewsid)

Siapa yang masih ingat dengan BBB (Bukan Bintang Biasa)? Generasi agak jadul pasti mengenal grup musik besutan Melly Goeslaw di tahun 2006 ini. Personilnya terdiri dari Raffi Ahmad, Dimas Beck, Laudya Cynthia Bella, Ayushita dan Chelsea Olivia Wijaya. Saat itu mereka masih belia.

Tulisan ini bukan cerita nostalgia tentang mereka, tapi cerita nostalgia BBB, Bukan Buka Biasa atau Berburu Buka Bersama, yang asli saya alami saat menjalani ibadah Ramadan.

Aslinya, saat membaca "12 Mei 2020. Artikel Humor. Tema : Nostalgia Ramadan", saya sedikit berdesah. Hmm bertemu nih dengan topik yang mudah tapi bikin susah.

Mudah bagi saya karena tinggal mengingat penggalan hidup di kala menjalani puasa Ramadan yang sudah berulang lebih dari 40 kali semasa hidup. Susahnya adalah menulis humor. Menulis humor targetnya berarti membuat pembaca bisa terhibur tersenyum simpul atau tertawa.  Kalau bikin nyengir sih susah biasa. Ini...

Saya suka tertawa. Menertawakan fenomena hidup dan diri sendiri. Tapi untuk membuat tertawa orang? Ampunn.

Tahu komentar keluarga saya tentang saya?

 "Ayah itu kalau melucu, ga lucu. Garing !"

 "Ayah itu tidak lucu, tapi karena itu malah kelihatan lucu".

Oke sudah faham ya, eksistensi saya di dunia humor. Tapi karena dipaksa Kompasiana, saya terpaksa menulisnya walau maaf, akhirnya tidak lucu juga. Maklumlah.

1. Berbuka Bersama Pak Polisi

Ditilang Polisi (inewsid)
Ditilang Polisi (inewsid)

Ini kisah tahun 1992-an. Waktu itu saya sudah mahasiswa semester 3 di Unud, Denpasar Bali. Pas bulan Ramadan, dan jadi panitia Kegiatan Bulan Suci Ramadan, HMI Rayon Jimbaran.

Di kelurahan Jimbaran, di tahun itu masih sepi. Beda 10 tahun terakhir jadi kawasan elit wisata. Banyak mahasiswa muslim tapi masjid jauh di daerah Tuban, dekat Bandara Ngurah Rai. Maka HMI mengadakan kegiatan sholat taraweh dan ceramah di lapangan kompleks Telkom selama bulan Ramadan.

Di cerita pertama ini, sesuatu dibalik berbagai kegiatan itu. Sudah biasa tiap kegiatan seperti sholat tarawih dan ceramah, kami menghimpun dana dari donatur muslim di kota Denpasar. Untuk perlengkapan, snack berbuka seadanya. Jaman itu penceramah dan imam sholat, gratis.

Di suatu senja menjelang berbuka, saya dengan seorang teman naik sepeda motor pinjaman, Honda Astrea. Balik dari seorang donatur di kota Denpasar. Memberi dana sejumlah 15.000,- .

"Alhamdulillah dikasih segitu, ya".

"Heeh, Alhamdulillah, baik bapaknya".

Kami semangat pulang ke Jimbaran, untuk segera pulang kos, rencana berbuka seadanya dan melaporkan hasil kerja. Dari Jalan Raya Kuta, kami berbelok ke kiri hendak menembus menuju Jalan By Pass Ngurah Rai menuju Jimbaran. Ini jalan yang biasa  semua orang lalui. Kalau lurus ke kanan, sebelah BCA, tembus menuju Legian dan Pantai Kuta yang tersohor itu.

Eeh, tak kelihatan oleh mata saya. Ternyata di depan ada polisi. Priitt, prittiitt  sambil mengarahkan semua motor ke halaman pertokoan. Perasaan saya hampa dan tempias. Tetap saya lajukan motor sesuai arahan. Kemudian berhenti.

"Surat-suratnya, silahkan tunjukkan!".

KTM ada, SIM ada, STNK sayangnya tidak ada. "Tilang!, silahkan ke meja sidang".  Semakin pucat kami berdua.

Seumur-umur baru kali ini kami memberanikan diri keluyuran di Kota Denpasar dengan motor pinjaman demi kegiatan. Ehh, malah kena tilang.

"Kenapa tidak bawa STNK?"

"Ini kami dipinjami saja pak, suratnya oleh yang punya lagi diurus perpanjangan di Surabaya".

"Kami mahasiswa pak, sedang ada kegiatan jadi mohon diberi kebijakan, pak".

"Tidak bisa !, nanti semua minta dispensasi".

"Jujur kami tidak punya uang pak, mohon dimengerti"

Pak polisi yang di meja terdiam, menuliskan kuitansi. Semakin pucat kami.

"Ini bayar atau motor ditahan !".

Motor ditahan? Gundah kami berdua berpandangan. Sayup kami dengar suara adzan Maghrib di kejauhan.  Dalam hati, kami pulang dengan? Trus gimana nanti yang punya motor? Harus bilang apa?

Teman mengeluarkan uang donasi yang kami dapatkan, trus kami tengok kuitansi di atas meja. Rp.  15.000,-.

Deg, kok pas. Kami berdua berpandangan utk saling meminta persetujuan. Tanpa kata. Tapi rasa kami sama. Hahaha...

"Ini pak, uangnya".

"Baik, lain kali bawa suratnya ya. Jangan melanggar. Anda kan mahasiswa".

"Iya pak, permisi", saya berujar dengan lemas karena puasa ditambah usaha panitia sore itu sia-sia.

Kami melaju pulang dalam diam. Hari itu kami berbuka bersama pak Polisi. Dalam arti yang lain. Malam harinya panitia kumpul dan saya laporkan ini kisah. Mereka tertawa ngakak, dengan kepolosan kami berdua.

"Lah, uang donasi kok diserahkan polisi, ealah "

Saya tidak faham kejadian itu lucu atau ironi, tapi tawa panitia membuat kami tersenyum kembali. Semoga infak donatur tetap tercatat sebagai pahala di akhirat sana. Guman saya.

2. Berbuka Bersama Demi Gizi

Ini kisah tahun 2000-an. Sekitar bulan Oktober/Nopember. Bulan-bulan awal  semester ganjil perkuliahan. Kebetulan saya mengikuti program DUE, beasiswa program pascasarjana di UGM.

Berbuka Bersama di Masjid Pogung Dalangan (MPD)
Berbuka Bersama di Masjid Pogung Dalangan (MPD)

Ini yang tidak banyak diketahui, mungkin orang berpikir dapat beasiswa selalu enak. Tinggal belajar dikasih uang. Yang unik dengan beasiswa dalam negeri, di awal-awal bulan dana belum cair. Bulan keempat baru cair beserta rapel kekurangannya.

Untuk keperluan hidup sehari-hari dan perkuliahan, harus roboh kocek sendiri  atau usul pinjaman ke UGM. Intinya serba mepet dan kadang-kadang kerepotan. Tetangga kamar yang dari universitas swasta foya-foya, karena dapat bantuan dari kampusnya. Yang dari negeri, mesti sering-sering menjilat bibir, agar tidak kekeringan.

Kos di Sinduadi, Pogung Dalangan. Jarak 200 m ada masjid. Selama Ramadan, biasanya ada buka puasa dengan takjil. Tidak rutin kami berbuka di masjid, biasanya hanya saat Isya dan Sholat Tarawih. Selain tugas-tugas kuliah menumpuk, perut yang sudah lapar minta dihantam dengan makanan. Sehingga maghrib biasa sholat di kos saja.

Ramadan tahun itu beda. Saat kami duduk-duduk menunggu Isya, habis berbuka, teman kuliah tetangga kamar yang S1 baru pulang masjid bilang, "Mas di masjid ada buka puasa bersama, tidak ikut?".

"Loh, kan sudah biasa. Kami buka di rumah sajalah"

"Ini beda loh mas, ada donatur dari Saudi Arabia, makannya lengkap nasi kotak, buah dan minum kemasan lengkap. Tiap hari. Sayang mas".

Ting, lampu pijar otak kami menyala.

Saya dan teman S2, berpandangan dengan mata cerah. Di tengah situasi resesi begini, makan harus bergizi. Ini ada yang gratis, dan tak mungkin terbeli, mengapa dihindari?. Logika kami sedang encer-encernya. Dan itu jadi logika umum, anak mahasiswa.

"Rejeki tak harus dihindari, penderitaan dan keterbatasan tak wajib dipertahankan. Allah memberi rejeki pada umatnya melalui jalan yang tak terduga" (bergumam sambil mengepak tangan).

"Besok kita ikut buka puasa eee, sekalian biar lebih dekat ke masjid lah".

Sejak 'asar kami sudah bersiap, merapikan diri. Berbuka kurang 20 menit kami berangkat. Agak malu-malu sebenarnya, tapi pura-pura sibuk berbincang sepanjang jalan. Dari berbagai arah tampak banyak mahasiswa menuju titik yang sama. Motifnya sama.

Di serambi dan didalam masjid sudah berjejer rapi paket-paket nasi kotak dan kelengkapannya. Alhamdulillah.  Sebagian besar sudah dipenuhi para mahasiswa yang hendak berbuka.

"Sudah penuh nih, ayook cepatan!".

Teman saya bilang,"kalo tidak dapat, kita putar haluan ke warung di belakanglah".

Ada kekuatiran tidak kebagian. Saya juga heran kenapa masjid ini menjadi begitu cepat penuh, dan rapi padahal maghrib masih 15 menit lagi.

Saya hanya kenal beberapa, tapi selainnya tidak kenal sama sekali. Ini mahasiswa ratusan berbagai program, prodi, angkatan tumplek blek di masjid. Penduduk sekitar malah jarang saya jumpai.

Kami berdua tak merasa tua, justru bersemangat seperti yang muda-muda selepas SMA. Mencari posisi yang masih kosong dan segera bersila memantapkan hati.

Teman saya dapat tempat di deretan seberang sana. Kami beradu pandang, lalu senyum-senyum kegelian.

"Bagaimana amankah disana?"

"Aman, insya Allah mantap dan berkah"

Itulah dialog singkat dari saling pandang kami.

Selepas kuliah dan kembali ke daerah, saya dan teman saling menggoda, "ayokk berburu buka bersama di jogja, yukk ".

Hahaha, kami bisa tertawa ceria bersama. Ya Allah terimakasih atas rejeki, yang Engkau limpahkan.

3. Berbuka Bersama Tapi Tidak Bersamaan

Aneh yaa. Ini benar-benar terjadi kemarin sore. 2 hari yang lalu ada undangan di WAG keluarga, untuk buber Keluarga Surono 2020 part 1,  dengan acara kumpul-kumpul keluarga via online tukar kabar dan mengaji serta ceramah. Memakai aplikasi zoom dimulai sebelum magrib mungkin jam 17.00 WIB.

Ini momen yang sangat baik di bulan Ramadan. Apalagi dimasa wabah covid19, tidak mungkin lagi mudik. Kami ada 7 bersaudara, saya dan saudara kembar ada di zona Wilayah Indonesia Tengah, tepatnya di Kupang, NTT dan Enrekang Sulsel. Lainnya di zona WIB.

Saat acara akan dimulai, baru keluarga kami yang bergabung. Saat itulah kami di WITA masuk bedug maghrib dan waktunya berbuka. Saya dan keluarga minum bersama. Seperti biasa setelah minum, kami sholat maghrib dulu berjamaah. Selesai sholat bergabung kembali.

Berbuka Bersama dengan Zoom (dokpri)
Berbuka Bersama dengan Zoom (dokpri)

Saat acara dimulai, mulailah keluarga-keluarga yang lain mulai bergabung. Layar zoom menampilkan kami semua. Di daerah WIB masih 40 menit lagi berbuka. Sambil saling sapa, kami di Kupang sambil menyeruput kembali minuman. Saya sambil megang minuman, keluarga Enrekang sedang makan bersama di meja makan.

"Looh, itu kok sudah makan?"

"Aduuh, maaf ya disini sudah buka duluan"

"Oooo, hahahaha...."

Tapi suasana gayeng saja, jangan dibayangkan dramatis, yang belum berbuka jadi tersiksa menelan keinginan, sementara yang berbuka sedang liar-liarnya menikmati sajian. Bukan ...

Saat masuk Tausyiah, yang di Bandung baru bergabung. Yang di Jawa Timur sedang asyik mendengarkan dan bersapa. Keluarga Enrekang ijin sholat berjamaah. Masuk do'a berbuka bersama oleh orangtua kami, barulah kami berada dalam suasana yang sama, mengaminkan doa.

2 keluarga doa syukur nikmat sudah berbuka, keluarga yang lain doa syukur akan menikmati  Berbuka bersama. Intinya tetap berbuka bersama.

Maaf ya, kalau garing.

alifis@corner

120520

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun