Bahwa keputusan bupati Mamuju Utara sebagaimana disebutkan oleh mamat, coba kita perhatikan dalam pertimbangan huruf a, sebenarnya  bupati mengakui secara jujur bahwa  Excavator  Frasa "MILIK"  dinas Kelautan dan Perikanan...dst, tentunya jika mau diperdebatkan, Excavator itu milik dinas, tentunya merupakan  hak maupun kekuasaan dinas Kelautan dan perikanan Kabupaten Mamuju utara mau diapakan?.
Lalu mengapa bupati yang mengatur hak sewa?. Kemudian dengan mengingat PP 27/2014, berarti pembuat Keputusan menyadari secara penuh dan utuh, Â bahwa keputusan yang dibuatnya harus berlandaskan atas barang milik Negara dan tidak melepaskan hak-hak Negara, lalu kemudian mengalihkan BMN menjadi barang milik Daerah dengan cara menempatkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik Daerah yang seharusnya Permendagri ini tidak diperlukan dalam sistem Pengelolaan barang milik Negara. Karena yang diatur bukan merupakan BMD tetapi BMN. Jelas mamat.
Selain dari itu ujar mamat,  dengan dibentuknya Keputusan bupati yang kedua kemudian  tanpa Nomor dan tanggal  tersebut, semoga saja bukan merupakan  faktor kesengajaan oleh si Pembuat Keputusan dengan tidak lagi menempatkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014  Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Karena jika ada faktor kesengajaan kata mamat, bisa saja para ahli menafsirkan secara berbeda-beda dan bisa pula diartikan sebagai suatu niat untuk "mengaburkan" barang milik Negara dengan hanya berdasarkan Berita Acara Serah terima Barang.
padahal BASTB bukan merupakan Peraturan Perundang-Undangan, lagi pula mengapa BASTB tidak dijadikan Konsiderans Pada Keputusan Bupati?
Kemudian kata mamat, selain dari kedua keputusan bupati tersebut, lahir lagi keputusan yang ketiga tanpa mencabut keputusan yang lama dan masih seputar Penetapan  biaya sewa Excavator, begitu pula masih berbunyi  atas Frasa EXCAVATOR YANG "DIMILIKI" oleh DKP BAGI Pembudidaya dst...
kemudian terdapat pula  ketentuan pada konsideran atas mengingat, sudah tidak lagi ditemukan atas kewenangan Negara yang dapat menunjukkan ciri-ciri bahwa Excavator tersebut adalah  merupakan BMN, yang justru hanya memperhatikan Perdirjen Nomor 38/2018. Sekalipun Perdirjen ini tidak diketahui oleh mamat, namun dapat dijangkau, ujarnya.
Bahwa jika Perdirjen 38/2018 yang pengaturan nya  tidak sesuai PP 27/2014, maka dikhawatirkan tidak ada ubahnya dengan Perdirjen Nomor 44/2015.
Mamat menguraikan pula,  Selain tidak ditemukannya pada keputusan Bupati atas Konsiderans Peraturan Daerah  (PERDA) Kabupaten Pasangkayu tentang ihwal Kewenangan Kepala daerah dalam mengatur Barang Milik Daerah atas bantuan Pemerintah Pusat yang akan dipersewakan kepada Masyarakat, maka secara Hukum, seluruh keputusan bupati terkait Biaya sewa Excavator dapat saja kekuatannya bersifat tidak mengikat secara hukum.
Dengan demikian kata Mamat, jika Penyelidikan atas Perkara Excavator yang menggunakan payung hukum Keputusan Bupati  yang tidak memilik kekuatan hukum, maka dengan sendirinya seluruh temuan yang menjadi objek Perkara Barang Milik Daerah dapat batal demi hukum.
Jelas mamat pula, Bahwa karena Barang Milik Negara atau yang disingkat  BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan belanja Negara yang disingkat APBN.  Maka Seluruh kebijakan kepala daerah yang  menyangkut sistem Administrasi  Barang Milik Daerah atau yang disingkat  BMD tidak dapat  dijadikan suatu alasan  apapun untuk mengatur  yang merupakan BMN. Kecuali BMD yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah yang disingkat APBD.