Mohon tunggu...
Irza Triamanda
Irza Triamanda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

Hanya untuk bersenang-senang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menilik Rendahnya Length of Stay di Daerah Istimewa

21 September 2023   15:01 Diperbarui: 21 September 2023   15:14 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DIY menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. Akhir pekan dan musim liburan, sejumlah destinasi wisata selalu terlihat penuh. Akan tetapi lama tinggal (length of stay) wisatawan hanya berkisar selama satu sampai dua hari saja, dan dikatakan belum maksimal. Length of stay, jumlah wisatawan, dan belanja wisatawan adalah indikator keberhasilan pariwisata. ketiganya saling terkait, yaitu apabila jumlah wisatawan yang banyak akan menimbulkan potensi length of stay yang lebih tinggi serta belanja wisatawan yang otomatis juga lebih banyak.

Berdasarkan data Bappeda DIY, lama tinggal wisatawan domestik di DIY di angka 1,3--1,6 hari. Jumlah tersebut tidak jauh berbeda dengan tiga tahun sebelumnya yaitu 2022 di angka 1,41 hari kemudian 2021 di angka 1,40 hari dan pada 2020 juga di angka 1,90 hari. Sedangkan untuk wisatawan mancanegara selama lima tahun terakhir rata-rata di angka 2 hari, termasuk hasil rekapitulasi pada tahun 2022 mencapai angka 2,04 hari.

Johan Don Charles selaku Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata DIY mengatakan salah satu penyebab minimnya lama tinggal wisatawan di Yogyakarta adalah karena kondisi wilayah yang tergolong kecil menyebabkan sejumlah destinasi wisata dari satu daerah ke daerah lain tergolong dekat. Akibatnya wisatawan dapat menjangkau dalam waktu sehari dan memilih tinggal hanya sehari atau menginap semalam kemudian meninggalkan wilayah Yogyakarta.

"Length of stay wisatawan Yogyakarta tergolong masih sangat kecil sekali, karena belum mencapai waktu selama tiga hari. Padahal lama kunjungan wisatawan sangat diharapkan lebih lama agar dapat memutar roda perekonomian di daerah," kata Johan saat ditemui langsung di Dinas Pariwisata DIY, Senin (15/5/2023).

Masyarakat memiliki peran sentral sebagai pelaku pengembangan pariwisata. Secara umum, masyarakat sebagai tuan rumah bersentuhan langsung dengan wisatawan yang berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta seperti menjaga ketertiban, memberikan pelayanan jasa, dan kenyamanan kawasan wisata. Masyarakat diposisikan menjadi bagian dari kerjasama antar stakeholder yang ada bersamaan dengan pihak swasta untuk mengembangkan pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta, karena dinas tidak bisa berdiri sendiri dan senantiasa membutuhkan.

Namun, karakter akan kurangnya kesadaran pariwisata yang dimiliki masyarakat menjadi salah satu titik kelemahan yang sangat menonjol. Tentu berdampak besar terhadap wisatawan yang mendapat perlakuan langsung ataupun tidak langsung dari kurang sadarnya masyarakat.

Penyedia informasi di pusat Malioboro mengatakan hal serupa, masih adanya keluhan wisatawan yang menjumpai untuk protes akan pelayanan yang tidak memenuhi atau kenyamanan yang menganggu, hingga sulitnya mencari akses fasilitas umum. "Keluhan yang dilontarkan oleh wisatawan biasanya kurang ramahnya para pelaku wisata seperti tukang becak, Pedagang kaki lima atau asongan yang berada di sekitar jalan, jarang tidak menjaga kebersihan lingkungan dan sifatnya menganggu. Memungkinkan sekitar lingkungan objek wisata terlihat kumuh dan kotor", ungkap Lindu, selaku pegawai pada pusat informasi Malioboro.

Fasilitas umum yang kurang memadai seperti belum tersedianya toilet umum menjadi tidak memenuhi standar kelayakan untuk wisatawan. Hingga diberlakukannya tarif parkir yang menjengkelkan, tidak sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku menjadi alasan menurunnya daya tarik wisatawan. Hal ini turut berpengaruh terhadap length of stay di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu sarana dan prasarana juga bisa menjadi ukuran optimal atau tidaknya pemerintah untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat.

Dalam melihat corak pariwisata terdapat sedikit perbedaan antara Bali dan Yogyakarta yaitu, corak pariwisata Bali lebih ke "tinggal di" sedangkan Yogyakarta lebih ke "pergi ke". Wisatawan "pergi ke" Keraton, candi, Malioboro, Tamansari, dan lain-lain saat diJogja sedangkan di Bali para wisatawan "tinggal di" Ubud, Sanur, Kuta dan lain-lain. Hal tersebut yang menyebabkan mengapa sebagian wisatawan lebih memilih Yogyakarta sebagai tempat singgah dalam kegiatan wisatanya, bukan sebagai destinasi atau tujuan wisata utamanya.

Hingga akhirnya hal ini berdampak pada masih rendahnya tingkat lama tinggal wisatawan (length of stay di Daerah Istimewa Yogyakarta ) yang masih dalam angka kurang dari dua hari. Maka dari itu dibutuhkan inovasi-inovasi baru dalam meningkatkan lama tinggal wisatawan di D.I Yogyakarta. Pemerintah harus memanfaatkan seluruh potensi yang ada agar dapat melakukan inovasi-inovasi tersebut.

Johan Don Charles selaku Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata DIY mengatakan saat ini yang sedang digencarkan adalah acara-acara atau event budaya dengan diadakanya pertunjukan atau pementasan-pementasan di panggung terbuka seperti di kawasan padat wisatawan seperti Malioboro atau kawasan lainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun