Pendidikan Guru Penggerak memiliki tiga modul, terdiri dari paket modul 1, 2 dan 3. Paket Modul 1 Paradigma dan Visi Guru Penggerak, terbagi lagi menjadi empat modul, yakni; modul 1.1. Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, modul 1.2. Nilai--Nilai dan Peran Guru Penggerak, modul 1.3. Visi Guru Penggerak, dan modul 1.4. Budaya Posistif. Keempat modul tersebut sudah tuntas terbahas di LMS, dengan ringkasan alur belajar MERDEKA, yang terdiri dari pembelajaran Mulai dari Diri, Eksplorasi Konsep Pembelajaran, Ruang Kolaborasi, Refleksi Terbimbing Pembelajaran, Demonstrasi Kontekstual Pembelajaran, Eksplorasi Pemahaman Pembelajaran, Koneksi Antarmateri pembelajaran, dan Aksi Nyata.
Menurut Ki Hajar Dewantara (2009), "pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya" Lanjut KHD, menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Sebagai guru atau pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, yaitu kodrat alam dan kodrat zaman, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak".
Berbicara mengenai budi pekerti, atau watak atau karakter, menurut KHD merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti dapat juga diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menghasilkan Karya (psikomotor). Maka peranan keluarga merupakan tempat yang paling utama dan terbaik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti dan kecerdasan sosial. Lingkungan keluarga menjadi tempat yang utama bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
Saya memperoleh pelajaran berharga bahwa pendidik/guru apalagi orangtua, haruslah menjadi pelayan pada anak. Beraneka macam istilah, seperti pembelajaran berpusat pada murid atau menghamba pada murid, serta menumbuhkan kepemimpinan murid. Saya sebagai guru harus melayani segala bentuk kebutuhan murid yang pasti tidak sama (berbeda-beda). Saya harus memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan ide, berfikir kreatif, mengembangkan bakat dan minatnya, (Merdeka Belajar).
Untuk mewujudkan filosofi pemikiran KHD, sebagai pendidik harus memiliki nilai dan peran untuk mempengaruhi proses pembelajaran pada anak. Nilai-nilai itu terdiri dari; mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Sedangkan peran guru penggerak adalah Bertindak sebagai pemimpin pembelajaran, Bertindak sebagai Coach dengan guru lain, Mendorong kolaborasi dengan yang lain, Menggerakkan komunitas praktisi, dan Mewujudkan kepemimpinan siswa.
Nilai-nilai dan peran guru inilah yang akan diejawantahkan dalam mewujudkan profil pelajar pancasila, yaitu: Terbentuknya murid yang Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia, Berkebinekaan Global, Bergotong Royong, Kreatif, Bernalar kritis, dan Mandiri. Selanjutnya akan dilanjutkan dalam langkah perubahan dengan menggunakan Pedekatan Inquiri Apresiatif (IA) yang dikenal dengan Tahapan BAGJA. Tahapan BAGJA yaitu Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, Atur eksekusi. BAGJA adalah merupakan model manajemen perubahan yang menggunakan paradigma Inkuiri Apresiatif. dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan.Â
Dalam rangka mewujudkan Budaya Positif di sekolah maka visi Guru Penggerak yang menerapkan pendekatan Inquiri Apresiatif (IA) melalaui tahapan BAGJA, dapat dihubungkan dengan gambaran filosofi Kearifan lokal masyarakat Gowa Sulawesi Selatan, yang dimotivasi oleh semangat siri' na Pacce sebagaimana ungkapan orang Makassar, "Takunjunga bangun turu' naku gunciri' gulingku kualleangngangi tallanga na towaliya", artinya yakni begitu mata terbuka (bangun di pagi hari), arahkan kemudi, tetapkan tujuan ke mana kaki akan melangkah, pasang tekad. "Lebih baik tenggelam daripada balik haluan (pulang ke rumah) sebelum tercapai cita-cita".
Peran saya sebagai CGP dalam menciptakan budaya positif di sekolah selama ini saya telah menerapkannya. Konsep-konsep seperti disiplin positif dimaknai bahwa perilaku disiplin pada murid tercipta dari kedisiplinan diri sendiri. Alhamdulillah ini sudah tertanam pada diri saya sangat lama. Motivasi perilaku disiplin pada murid memang pada awalnya diterapkan hukuman dan penghargaan. Lama kelamaan menjadi kebiasaan dan budaya positif di sekolah.
Ada hal yang baru dari Diklat CGP ini, ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Walaupun selama ini masih mendominasi pada posisi kontrol penghukum dan pembuat rasa bersalah, ternyata ini perilaku kontrol yang negatif (gagal). Semoga ke depannya akan diterapkan posisi kontrol yang posistif (identitas berhasil/sukses) yaitu; sebagai teman, pemantau dan manajer.
Penerapan segi tiga restitusi sebagai ajang uji coba di sekolah menuai banyak manfaat dan pengalaman selama mengikuti Diklat CGP ini. Siswa yang dijadikan sample, malah menjadi anak berkarakter lebih baik, berbakti, taat, rajin, sopan santun dan ramah.
Sebelum mempelajari modul ini, penerapan kedisiplinan terhadap anak didik tidak seperti penerapan segi tiga restitusi. Langsung menjustifikasi dan menunjukkan kesalahan pada siswa bahkan tidak segan-segan menghukumnya sesuai dengan pelanggaran. Sanksi dan hukuman tak segan-segan dengan hukuman fisik seperti; lari keliling lapangan, pust up, berdiri di depan kelas, skorsing, panggilan orangtua, dan dikeluarkan dari sekolah. Â
Setelah mempelajari modul ini, ada lagi yang lebih menarik adalah, ternyata segala perbuatan manusia dilandasi dengan tujuan tertentu. Semua yang dilakukan seseorang adalah usaha terbaiknya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ketika seseorang bertindak atau berbuat ia sebenarnya ingin memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasarnya. Ada lima kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power).
Nah segala tindak tanduk murid kita di sekolah, untuk melanggar atau menyalahi aturan atau keyakinan kelas ternyata harus dilihat pada apa yang yang mendasarinya. Apakah ia ingin memenuhi salah satu dari kelima kebutuhan dasarnya tersebut. Sebagai seorang guru perlu lebih teliti dalam menerapkan lima posisi kontrol dan penerapan segitiga restitusi. Sangat bahagia dan menantang untuk menerapkan teori ini pada modul 1.4 Budaya Positif di sekolah/kelas.
Gowa, Agustus 2022
IRWAS, S. Ag., M. Pd.
CGP Angk. 5 Kab. Gowa
Rancangan Tindakan untuk Aksi Nyata
Judul : Membiasakan Budaya Tabe' di lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia siswa SMPN 2 Bajeng Barat.
Nama : Â IRWAS, S.Ag,., M. Pd.
Latar Belakang
EB. Taylor (1871) kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Budaya merupakan karya seni yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Salah satu budaya di Sulawesi Selatan yang diwariskan itu, dikenal dengan budaya tabe'.
Kata tabe tersebut diartikan sebagai gerakan tangan kanan turun kebawah mengarah ketanah dan badan agak sedikit membungkuk. Budaya ini walaupun tidak diucapkan tapi suatu tingkah laku atau adat sopan santun dan tata krama yang baik. Budaya tabe' itu dilakukan ketika seseorang melewati arah orang yang lebih tua di banding dengan dirinya kemudian orang tersebut minta permisi untuk melewati arah orang lain, dengan mengucapkan kata "tabe".
Disisi lain kata "TABE" ini menjadi akronim dari judul tulisan ini. Maknanya adalah TAat pada guru dan BErbakti pada orangtua. Karena sinergitas antara orangtua, guru dan bahkan masyarakat inilah yang dapat mewujudkan keberhasilan pendidikan. Keberhasilan pendidikan ini perlu dukungan dan keterlibatan bukan hanya orangtua, guru tetapi peran masyarakat. Seperti filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara mengajarkan bahwa pusat pendidikan itu ada tiga yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Peran guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat memberikan kemerdekaan bagi siswa. Guru sebagaimana diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara berperan sebagai "Ing ngarso sung tulada" guru menjadi teladan dan panutan bagi siswanya. Â "Ing madya mangun karsa", guru bertindak sebagai pembangun prakarsa. "Tut wuri handayani," guru juga akan menberikan dorongan dan motivasi. Dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara bahkan dikenal dengan sistem among, dimana guru berperan sebagai pendidik yang memperhatikan kodrat anak. Guru ibarat juru tani yang menyemai anak-anaknya supaya tumbuh merdeka, merdeka pikirannya, merdeka batinnya, dan merdeka tindakannya. Sehingga guru tidak hanya memberikan pengetahuan, keterampilan, tetapi memberi cinta dan kasih sayang sehingga tumbuh merdeka dan bahagia.
Peran orang tua tatkala pentingnya dalam mendampingi anak-anaknya belajar. Sehingga anak-anaknya tumbuh dewasa, maka ada minimal tiga peran orang tua yang harus dilakukan yaitu; 1) membantu dan memotivasi anak belajar, 2) menjadi teladan dan contoh terhadap anak-anaknya serta 3) memantau perkembangan psikis dan mental anak. Keterlibatan orang tua dalam mendampingi anak di dalam belajar merupakan motivasi tersendiri bagi anak. Anak-anak akan belajar sungguh-sungguh dan bersemangat apabila ada dukungan penuh dari orang tuanya. Dan tentunya keteladanan itu lahir dari suatu budaya yang diwariskan secara turun temurun, seperti budaya tabe ini.
Salah satu materi dan pokok bahasan pada mata pelajaran pendidikan agama Islam ini, yang selalu berulang dan ditemukan pada setiap tingkatan adalah tema: Empati terhadap sesama, hormat dan patuh kepada kedua orang tua dan guru. (kelas VII). Hormat dan Patuh kepada Orang Tua dan Guru (kelas VIII), dan Menuai Keberkahan dengan Rasa Hormat, Taat kepada Orangtua dan Guru (kelas IX). Sehingga inilah yang melatarbelakangi penyusunan agenda aksi nyata ini dalam rangka menggali kearifan lokal Budaya Sulawesi Selatan. Serta menumbuhkan budaya positif dikalangan pelajar khususnya SMPN 2 Bajeng Barat Kab. Gowa dan Indonesia pada umumnya.
Â
Tujuan
Menanamkan, menumbuhkan, membiasakan, budaya tabe' yang sesuai dengan nilai-nilai profil pelajar pancasila melalui kesepakatan sekolah/kelas.
Mendokumentasikan setiap kegiatan yang berhubungan dengan upaya menumbuhkan nilai-nilai budaya tabe' dalam pembelajaran baik di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat.
Tolok Ukur Dukungan yang Dibutuhkan
1.Peserta didik mampu membuat kesepakatan kelas tentang budaya tabe' sementara Orang tua di rumah dapat menjadi teladan dan memantau perkembangan serta membiasakan anaknya menjalankan budaya positif dengan mendokumentasikan kegiatannya.
2.Guru, Pegawai dan staf serta Warga sekolah sebagai role model/teladan bagi peserta didik dalam mengaplikasikan nilai-nilai budaya tabe yang sesuai dengan profil pelajar pancasila sehingga tercipta budaya positif secara sadar dan berkelanjutan.
3.Seluruh warga sekolah berkolaborasi, bergotong royong, bergeak bersama dalam menciptakan dan menanamkan budaya positif.
Linimasa Tindakan yang akan dilakukan
1. Melaksanakan pembiasaan ini setiap hari bukan hanya di sekolah, di rumah, bahkan di lingkungan masyarakat
2. Guru Mengajak anak mendokumentasikan setiap aktivitasnya terkait dengan budaya tabe dalam makna yang sesungguhnya dan dalam makna akronim.
3. Guru mengajak anak untuk membuat konten atau video pendek yang berkaitan dengan budaya tabe'
4. Guru hanya memberikan pembelajaran tentang pembeuatan konten sederhana dan terlebih dahulu membuat skenarionya yang akan dibantu oleh guru PKn dan Bahasa.
5. Guru berkolaborasi dengan guru lain dalam rangka penyusunan teknik penilaiannya.Â
SMPN negeri 2 Bajeng Barat, Kab. Gowa AgustusÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H