Peran saya sebagai CGP dalam menciptakan budaya positif di sekolah selama ini saya telah menerapkannya. Konsep-konsep seperti disiplin positif dimaknai bahwa perilaku disiplin pada murid tercipta dari kedisiplinan diri sendiri. Alhamdulillah ini sudah tertanam pada diri saya sangat lama. Motivasi perilaku disiplin pada murid memang pada awalnya diterapkan hukuman dan penghargaan. Lama kelamaan menjadi kebiasaan dan budaya positif di sekolah.
Ada hal yang baru dari Diklat CGP ini, ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Walaupun selama ini masih mendominasi pada posisi kontrol penghukum dan pembuat rasa bersalah, ternyata ini perilaku kontrol yang negatif (gagal). Semoga ke depannya akan diterapkan posisi kontrol yang posistif (identitas berhasil/sukses) yaitu; sebagai teman, pemantau dan manajer.
Penerapan segi tiga restitusi sebagai ajang uji coba di sekolah menuai banyak manfaat dan pengalaman selama mengikuti Diklat CGP ini. Siswa yang dijadikan sample, malah menjadi anak berkarakter lebih baik, berbakti, taat, rajin, sopan santun dan ramah.
Sebelum mempelajari modul ini, penerapan kedisiplinan terhadap anak didik tidak seperti penerapan segi tiga restitusi. Langsung menjustifikasi dan menunjukkan kesalahan pada siswa bahkan tidak segan-segan menghukumnya sesuai dengan pelanggaran. Sanksi dan hukuman tak segan-segan dengan hukuman fisik seperti; lari keliling lapangan, pust up, berdiri di depan kelas, skorsing, panggilan orangtua, dan dikeluarkan dari sekolah. Â
Setelah mempelajari modul ini, ada lagi yang lebih menarik adalah, ternyata segala perbuatan manusia dilandasi dengan tujuan tertentu. Semua yang dilakukan seseorang adalah usaha terbaiknya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ketika seseorang bertindak atau berbuat ia sebenarnya ingin memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasarnya. Ada lima kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power).
Nah segala tindak tanduk murid kita di sekolah, untuk melanggar atau menyalahi aturan atau keyakinan kelas ternyata harus dilihat pada apa yang yang mendasarinya. Apakah ia ingin memenuhi salah satu dari kelima kebutuhan dasarnya tersebut. Sebagai seorang guru perlu lebih teliti dalam menerapkan lima posisi kontrol dan penerapan segitiga restitusi. Sangat bahagia dan menantang untuk menerapkan teori ini pada modul 1.4 Budaya Positif di sekolah/kelas.
Gowa, Agustus 2022
IRWAS, S. Ag., M. Pd.
CGP Angk. 5 Kab. Gowa
Rancangan Tindakan untuk Aksi Nyata
Judul : Membiasakan Budaya Tabe' di lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia siswa SMPN 2 Bajeng Barat.