Kabar gembira untuk kita semua setelah Presiden Joko Widodo telah mengumumkan tentang pelonggaran penggunaan masker di tempat umum setelah 2 tahun kita dilanda wabah Covid-19, dengan alasan kita sudah menunjukkan perbaikan. Yang mana artinya adalah wabah Covid-19 terkendali. Belakangan ini diberlakukan Kebijakan Pemberlakuan Pengetatan Kegiatan Masyarakat( PPKM ) bahkan ada yang lockdown di beberapa kota.Â
Diberlakukannya kebijakan kelonggaran menggunakan masker di tempat umum bagaikan angin segar bagi penduduk Indonesia, dan khususnya bagi para pengusaha restaurant, pariwisata, travelling dan lain-lain sebagai tanda akan pulihnya kegiatan usaha mereka untuk kembali beraktivitas seperti sebelum adanya Covid-19.Â
Selain bidang usaha yang di atas tersebut juga merupakan angin segar bagi pemerintah desa dan kota yang mana angin segar itu terkait tentang perencanaan program kerja pemerintah daerah yang dapat dilaksanakan sesuai rencana awal tanpa ada hambatan pendanaan akibat digunakannya APBN/D atau Dana Desa (DD) untuk penanganan Covid-19.
Memasuki masa pemulihan ekonomi dan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya yang berarti dengan terlaksanaannya perencanaan kerja yang dibarengi tanda terkendalinya wabah Covid-19, maka berjalan juga rencana pelaksanaan tata kelola sampah yang sempat tersendat akibat kurangnya pendanaan dan pembatasan aktivitas masyarakat secara kelompok untuk menghindari penyebaran virus ini, untuk menangani masalah persampahan maka sekarang mulai kembali aktif untuk berkegiatan dalam urusan persampahan secara masif.
"Pelaksanaan tata kelola sampah perlu direformasi sesuai kaidah regulasi dan kearifan lokal untuk menciptakan perubahan yang sistematis dan berkesinambungan sehingga sampah tidak lagi bermuara ke TPA, sungai dan laut"
Untuk mencapai yang di atas itu perlu mengetahui substansi dasar dari tata kelola sampah dari segala aspek sehingga apa yang kita harapkan dapat terwujud
Menggali substansi dalam urusan persampahan sangatlah penting agar lebih sustainable tanpa opsi, yang artinya absolut, baik yang dilaksanakan oleh swasta maupun pemerintah, tanpa mengetahui substansi dasar dalam mengelola sampah secara komprehensif maka impossible bisa terwujud Indonesia bebas sampah pada 2025.Â
Menurut Penulis dan tim dalam mengejawantahkan dasar pengelolaan sampah menyepakati substansi atau aspek pengelolaan sampah dibagi menjadi 6 bagian, yaitu asas kelembagaan, asas teknologi, asas pembiayaan, asas partisipasi masyarakat, dan asas bisnis yang mana enam substansi ini sudah absolut untuk menjadi dasar dalam urusan pengelolaan sampah.
Enam substansi ini wajib diketahui dan di terapkan bila ingin sustainable dalam melaksanakan tata kelola sampah, bila tidak,.,!! maka impossible bisa sustainable.
Asas Hukum
Dalam tata kelola sampah ada aturan mainnya tidak boleh asal-asalan atau seadanya di jalankan karena tidak mungkin bisa terlaksana dengan baik, sehingga tidak melanggar regulasi yang ada baik vertikal maupun horisontal.
Ada aturan persampahan dari sisi teknis maupun nonteknis seperti Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah berikut turunannya, dan undang-undang lainnya secara vertikal sebagai upaya pendukung pelaksanaan pengelolaan sampah sehingga semua kementerian dan/ lembaga bisa turut serta terlibat di dalam urusan persampahan, yang artinya bahwa urusan persampahan perlu kerja sama semua pihak tanpa kecuali.Â
Lain dari sisi, keterlibatan dari semua kementerian atau lembaga juga perlu agar tidak melanggar hukum hingga berakhir petaka untuk lingkungan maupun dari si pelaksana pengelola sampah itu sendiri. Sebab, pada hakekatnya negara kita Indonesia adalah negara hukum dengan prinsip menjunjung keadilan dan taat aturan yang tinggi untuk mem-backup asas kelembagaan, pembiayaan, partisipasi masyarakat, teknologi, dan bisnis sehingga mendapat kepastian hukum yang jelas.
Asas kelembagaan
Untuk mengacu kepada kepastian hukum yang masih dalam bingkai regulasi baik vertikal maupun horizontal perlu pemisahan fungsi di setiap kelompok yang terbagi menjadi dua antara sosial dan ekonomi agar tepat sasaran sesuai kaidah, sebagaimana mestinya yang berlaku di Indonesia.
Kelembagaan yang berlaku di Indonesia ialah PT, CV, Yayasan, Koperasi dan Badan usaha milik desa (BumDes) yang intinya adalah dua yaitu ekonomi (profit) dan sosial (nonprofit)
Asas pembiayaan
Pembiayaan dalam pengelolaan sampah perlu diberikan sesuai kebutuhannya dan tahapannya dengan prinsip dari mana untuk siapa agar peruntukannya tidak salah.
Asas Partisipasi Masyarakat
Peran masyarakat dalam tata kelola sampah sangatlah penting agar melibatkan masyarakat sebagai penghasil sampah baik kaya atau miskin, tetapi konteks di sini adalah bukan menjadikan masyarakat sebagai objek melainkan subjek agar tidak menimbulkan kesan atau rasa bahwa dalam tata kelola sampah hanya dijadikan objek bisnis, sedangkan tidak diberikan haknya, hanya diminta kewajibannya saja.
Lain dari itu terkait kelembagaan sangat penting status kelembagaan itu agar masyarakat sebagai penghasil sampah mengetahui di mana posisinya dan status kepemilikan atas hasil nilai ekonomi yang ditimbulkan setelah sampah terpilah.
Asas TeknologiÂ
Yang tidak kalah pentingnya adalah mendapatkan hasil yang berkualitas serta menjadi sebuah produk kebutuhan secara umum.
Asas BisnisÂ
Bicara tata kelola sampah tidak terlepas dari dua unsur, yaitu ekonomi dan ekologi. Karena mengacu kepada bumi dan pergerakan manusia yang keduanya harus seimbang berjalan beriringan dengan kebutuhannya.Â
Sebenarnya sampah sendiri bila dikelola dengan baik dari pusat timbalannya maka nilai ekonominya jauh lebih besar, baik dari sisi organik maupun anorganik, sehingga bisa diperjualbelikan dengan aturan yang berkeadilan baik untuk penghasil sampah masyarakat dan kelompok masyarakat.Â
Antara masyarakat dan kelompok masyarakat sebenarnya sama saja. Hanya saja di situ ada sekat pemisah seperti yang di atas, yaitu kelembagaan yang jelas kepastian statusnya di bagian mana dan dapat apa.
Karena sampah memiliki nilai ekonomi yang sustainable, maka di situ perlu gotong royong antara pemilik atau penghasil bahan baku dari sampah dan di bagian pengelola sampah yang mana memerlukan transparansi bersama, dengan kata lain adalah milik bersama hanya perannya saja yang berbeda.
Mengacu itu semua dalam urusan persampahan maka garis besarnya adalah bagaimana caranya agar masyarakat merasa memiliki atas usaha itu, usaha atau bisnis dari sampah atau limbah yang ada di daerahnya.
Penanganan yang Keliru
Proses yang panjang dan memerlukan analisa yang tinggi dalam membuat Undang-Undang persampahan hingga disahkannya undang-undang tersebut untuk menjadi acuan dasar dalam pelaksanaan urusan persampahan secara sistematis dan berkesinambungan, memberikan rasa yang berkeadilan bagi masyarakat, dunia usaha dan lingkungan.
Nmaun dalam perjalanannya undang-undang berikut turunannya tidak membuat masalah persampahan menjadi lebih baik, malah semakin kacau dan justru menjauh dari regulasi, bahkan yang sangat kronis dan memprihatinkan adalah penanganan yang asal jadi asal terlaksana tanpa memikirkan efek jangka panjang, baik untuk hulu dan hilir. Itu semua terjadi bukan kesalahan isi dalam regulasi tetapi diduga karena human error.Â
Contoh itu semua dapat kita lihat di TPA yang masih banyaknya sampah gelondongan tanpa terpilah sesuai jenisnya dan banyaknya imbauan pilah atau kurangi sampah dari rumah. Tetapi faktanya sampah dicampur kembali saat pengangkutan.
Lebih miris lagi terkait TPS atau TPS3R yang tidak sesuai peruntukannya. Ditambah adanya mesin yang tidak beroperasi, namanya TPS atau TPS3R tetapi faktanya yang ada sampah gelondongan (Baca permen PU no 3) tanpa dilakukan pemilahan sebelumnya.
Orientasi Proyek Bukan Program
Penanganan yang keliru itu hanyalah salah satu contoh yang diduga hanya orientasi proyek pengadaan mesin (sarana) dan bangunan (prasarana) dengan berpikir bila mesin bagus akan menyelesaikan masalah. Tetapi faktanya tidak demikian. Justru sampah makin menumpuk berserakan tak terkendali, dan bukankah itu sama saja membuat TPA?
Memang sudah sering dilakukan berorientasi teknologi dan sering mangkrak juga tetapi yang mengherankan masih ada followersnya padahal sudah jelas akan gagal.
Keliru Menangani Sampah
Banyak pihak di persampahan yang berpikir bila sarana dan prasarana pengelolaan sampah itu canggih dan besar maka akan mengatasi masalah sampah. Padahal tidak, itu semua hanya menunda saja, bukan win-win solution yang pada akhirnya akan bermasalah juga.
Sebab, tidak dilibatkannya masyarakat sebagai pemilik dan tidak jelasnya kordinator, katalisator, regulator lembaga ekonomi, lembaga sosial, dana CSR, dana hibah dan lain-lain yang cenderung berjalan sendiri-sendiri kerap menjadi akar persoalan.
Pasuruan_Sabtu 11 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H