Beberapa hari sebelum wabah covid 19 meracuni negeri kita, banyak kalangan tokoh yang beranggapan bahwa wabah tersebut tidak akan sampai dan tembus terhadap masyarakat Indonesia, begitupun pula masyarakat dan pemerintah menganggap itu hal yang remeh.
Konsekuensi masyakarakat kita gagap dan tidak siap menghadapi wabah sekarang ini, bahkan ingin bertindak seperti apa sebagian orang merasa bingung bahkan pemerintah tidak bisa berbuat banyak.
Informasi yang beredar berbagai wilayah yang tidak terbendung bahwa wabah ini sudah menjangkiti masyarakat satu demi satu, yang awalnya di diamkan akhirnya menyeruak hingga kini tak kunjung usai informasi dan menularnya wabah covid 19.
Sungguh mengherankan lagi wabah ini juga menjangkiti beberapa para pejabat sudah mengidap dan akhirnya harus dirawat, dan beberapa orang juga tidak terselamatkan.
Anehnya beberapa orang yang mempunyai kepentingan ini, malah dimanfaatkan untuk kepentingan mencari keuntungan dimana pabrik pemroduksi masker di ekspor demi meraih keuntungan yang melimpah dengan harga yang melonjak.
Sebagian orang dengan sengaja menyimpan masker yang begitu banyak demi menyiapkan saat-saat yang membahayakan dimana masyarakat sangat membutuhkannya dengan menjual harga yang lebih besar, namun di sisi lain orang tersebut ditangkap atas dasar penumpukan masker dengan kondisi darurat (force majer)
Tidak kalah uniknya yang menangkap para gembong masker juga tidak jelas, dimana distribusi masker digunakan, sedangkan para pengintai pak polisi dengan gagahnya didepan para pedagang kaki lima memeringati dan mengusir para pedagang sebab penularan penyakit.
Yang awalanya jalanan Ampera Pasar Minggu Jakarta Selatan, sering saya lewati dipenuhi dengan kemacetan sekarang dengan adanya wabah ini jalanan Jakarta sepi tanpa macet, biasanya jalanan dihiasa oleh pedagang kaki lima, sekarang sepi tanpa keramaian.
Memang dalam kondisi darurat sipil seperti ini tidak perlu saling menyalahkan sebab persoalan wabah ini sudah benar-benar didepan mata kita yang dihadapi oleh masyarakat langsung, tidak ada harapan lebih pada pemerintah untuk bisa membendung wabah ini. Bahkan sampai sekarang pun belum ditemukan patron yang jelas terhadap pembasmi wabah covid 19.
Bahkan negara yang berkuasa maju dibidang teknologi pun sekarang gagap tanpa kesiapan dan belum ada obat penanganan yang pasti untuk membasmi wabah tersebut.
Sehingga dengan kondisi yang seperti ini pemerintah hanya mengikuti inisiatif yang dilakukan oleh beberapa negara dengan cara locdown. sedangkan masyarakat kita yang berada didaerah kurang faham terhadap lockdown yang sebenarnya yang diterapakan ? perlu edukasi lanjutan terhadap kebijakan lockdown
Masyarakat hanya menangkap kita harus dan wajib dirumah, padahal jika kondisi ini terus yang akan dilakukan dapat memicu gangguan psikis, sosial, ekonomi dst. yang lebih besar terhadap sosial kemasyarakatan terlebih pemerintah acuh tak acuh pada persoalan masyarakat sekarang ini terutama terhadap kebutuhan ekonomi.
Bayangkan saja jika dibiarkan seperti ini tanpa ada solusi yang jelas terhadap pelaksanaan lockdown masyakarakat akan mengalami kesenjangan sosial yang lebih parah dalam perputaran ekonomi, di satu sisi masyarakat disuruh locdown secara paksa namun di satu sisi masyarakat memikirkan bagaimana hari-hari untuk menghidupi keluarganya sedangkan para pedagang menyambung hidup dengan cara berdagang.
Bahkan teman saya yang biasa mencari penghidupan dengan lewat gojek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sekarang kabarnya akan ditiadakan ojol (ojek online) dijalan dilarang membawa penumpang.
Lebih parah lagi para pekerja yang biasa mencari penghidupan dengan kerja sebagai kuli bangunan nanti dan beberapa minggu yang akan datang, apa harus dia lakukan untuk menghidupi keluarganya ditengah-tengah masyarakat kota sedangkan posisi orang Jakarta mayoritas sebagai orang perantauan.
Aneh dan nyata profesi yang biasa dia lakukan itu sekarang dilarang tanpa solusi yang jelas, lockdown selalu didengungkan perlahan hanya himbauan dan lama kelamaan seperti menjadi aturan yang memaksa bahkan sebagian orang karena terpaksa bekerja berusaha melanggar ketentuan lockdown dan akhirnya ditangkap akan diberi sanksi tegas.
Di satu sisi para kuli bangunan dengan kondisi sekarang ini merasa frustasi harus berbuat apa? Bekerja juga dilarang sedangkan anaknya menangis kelaparan, bahkan ketika akan pulang kampung pun sekarang dilarang dengan dasar memutus mata rantai, di satu sisi pemerintah tidak simpati dan usaha nyata terhadap kondisi masyakarat pada tingkatan bawah.
Tulisan ini berusaha mencoba memprediksi terhadap hal apa-apa yang akan terjadi pada hari yang akan datang sedangkan sampai detik ini belum ada solusi yang jelas terhadap wabah yang menjangkiti masyarakat.
Informasi tidak terbendung simpang siur patron apa yang jelas untuk menghadapi wabah ini supaya tidak menular wabah ataupun mematikannya.
Sebagian masyarakat secara personal sudah mengalami kebingungan harus mau ngapain? Sebagian pula sudah merasa bosan terhadap kebiasaan yang tidak jelas, sebagian pula sudah mengalami depresi terhadap kebiasaan itu karena harus dirumah seperti membolak balikan telap tangan yakni diluar kebiasaan aktivitas.
Jika kondisi yang seperti ini belum ada titik pencerahan kedepannya saya lebih kawatir nasib orang yang merantau ditengah masyarakat kota harus dengan apa untuk menyambung hidup ?
sebagian orang pasti sudah mempersiapkan penghidupan ekonomi tetapi di sisi lain masyakat sosial acuh tak acuh bahkan tetangga kontrakan sendiri jarang yang saling mengenali.
Dahulu era pak soeharto selalu mendengungkan terhadap jati diri bangsa untuk saling membahu antara masyarakat satu dengan lainnya bahkan sikap tersebut tanpa pemerintah masyakarakat kita tetap akan bisa hidup berjalan dengan ekonomi normal sehingga sikap yang sekarang inilah jati diri bangsa harus kita aktualisasikan pada masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H