Bajuku putih terlihat besar longgar dan celanaku terasa kecil ketika aku memakai sekolah yakni MI Miftahul Ulum Pekuwon, pagi aku berjabat tangan pada ibu untuk berangkat kesekolahan, sebab sekolahanku itu masih dalam satu Desa Pekuwon maka aku tak perlu memakai kendaraan.
Jika di hari senin kami harus berangkat lebih awal sebab kami harus mengikuti upacara bendera merah putih seperti halnya sekolahan lainnya, namun perlu diketahui keistimewaan sekolahanku dibanding lainnya adalah ketika upacara ada sebuah penutup hafalan seperti ikrar yang mana kami dijadwalkan untuk memimpin kedepan dan wajib hafal sebab bayangkan saja jikalau tidak hafal begitu malunya yang memimpin ikrar tersebut.
Waktu upacara apabila kami sampai terlambat datang sebelum upacara maka siswa setelah mengikuti kegiatan upacara akan dijemur dibawah panas matahari didepan sekolahan  dan terkadang disuruh menghafal ikrar tersebut sampai kemudian hafal.
Ketika pelajaran dimulai barulah kami diikutkan untuk bisa masuk kelas dan bergabung pada yang lainnya, suasana kelas terkadang begitu diam ketika salah satu guru yakni Bapak Ali Mahmudi mengajar,b ahkan jikalau rame terkadang disuruh maju kedepan disuruh menggantikannya dan berdiri didepan.
Aku pikir dalam kelas satupun tidak ada yang berani bersenda gulau jika beliau mengisi dan menerangkan pelajaran termasuk pelajaran pengetahuan bahasa jawa, sebab beliau ini adalah guru langsung dari kepala sekolah sehingga berbeda cara mendidiknya dengan guru lainnya.
Ada cerita juga yang tidak kalah unik masa dulu jika kami harus masuk kelas mata peklajaran sejarah kebudayaan islam yang diajar langsung oleh Bapak Muzaidi dan pastilah kami juga tidak banyak bicara dikelas, sebab ceritanya begitu panjang dan kami begitu serius memperhatikan cerita tentang nabi dan sahabatntya.
Pelajaran ini sering diterangkan dalam bentuk cerita kepada semua siswa dikelas sampai-sampai kami banyak yang tertidur sebab dalam sistem mengajar jarang ada esbreaking artinya jika dijelaskan terlalu monoton dan cenderung serius.
Waktu itu aku duduk dikelas 5 yang bertepatan satu bangku dengan Saiful dan sebelah belakang ada ahmad rifai dan sebelah kursi kanan Shoimun dan yang duduk paling depan adalah Haris dan Shobah dimana jika dikelas dikenal dengan murid yang rajin.
Aku masih ingat di hari selasa pagi masuk kelas, dan setiap malamnya kami harus menghafal dan waktu itu sekolahan masih menerapkan pelajaran nahwu shorof, pelajaran tersebut dengan sistem menghafal, bahkan ketika pagi kami masuk wajib maju kedepan satu persatu.
Aku masih mengingat yang mengajar nahwu shorof adalah Bapak Ali Nurhasan tidak lain adalah tetangga sendiri, beliau ini juga mempunyai sisitem mengajar berbeda jika mengajar tampak biasa dan tenang akan tetapi jikalau ada satu murid disuruh maju kedepan dan sampai tidak hafal maka disuruh berdiri didepan kelas bahkan sampai harus dicubit rambut yang sebelah telinga sehingga jika ditarik rambut terasa panas apalagi jika ditarik keatas, kami hanya bisa diam dan sambil membuka mulut karena sakit.
Pak ali memang tegas dalam mendidik dan cara mendidik guru dahulu dengan guru sekarang berbeda mungkin jika sekarang jika ada murid dipukul sedikit saja maka guru yang memukul harus berurusan dengan hukum.
Aku mengetahui bahwa cara mendidik seperti itu memang sistem dahulu dalam memberi pelajaran bagi sisiwa yang kurang rajin dalam mengerjakan tugas, dan aku menyadari bahwa pendidikan dahulu pendidikannya cenderung pada orientasi pendidikan karakter pada siswa sehingga harapannya siswa mempunyai sikap yang mengedepankan sopan dan santun.
Ketika bel berbunyi istirahat maka siswa kebanyakan sekarang akan langsung cepat pergi kekantin dan akan menikmati makan dari uang yang diberikan oleh orang tua, namun dahulu aku sekolah karena kondisi maka jikalau istirahat kami harus pulang kerumah untuk mengisi perut sebab kami jarang diberi uang saku.
Jam 09:30 waktunya kami istirahat dan kami bersama kawan lainnya barulah bisa pulang kerumah masin-masing dan setalah kami selesai makan, maka kami bersama berangkat bareng lagi kesekolah.
Setiba kami disekolah maka kami pun masuk dalam kelas seperti biasanya, dan jikalau ada waktu istirahat maka kami menyempatkan waktu untuk bermain bola kasti yang mana bola tersebut dibuat dari daun kelapa yang harus dilempar dan dan dikembalikan sampai harus dilempar balik sejauhnya.
Sebab sekolahanku waktu itu belum begitu ada wahana untuk bermain maka kami mengisi istirahat dengan bercanda dengan teman lainnya bahkan kadang-kadang ada teman yang lainnya waktu istirahat refreshing ketempat persawahan karena tidak jauh dengan sawah pak tani menanam jagung, sebab disitulah kami mengenang sekolahan dengan cara yang sederhana kami bisa tertawa bersenda gurau dengan yang lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H