Ada banyak kebijakan yang dilakukan AS guna melindungi nasib petaninya. AS merasa tetap perlu melindunginya petaninya walaupun secara umum petani di negeri Paman Sam itu sudah cukup yang kuat secara kapital. Memerlukan modal yang besar untuk menjadi petani di AS karena hampir semua proses produksi dilakukan dengan mesin. Mulai dari penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pemanenan hingga proses paska panen, semua dilakaukan dengan mesin.Â
Hanya dua hal yang dilakukan petani yaitu mengoperasikan mesin dan memantau serangan hama. Oleh karena itu rata-rata petani di AS mampu menggarap lahan pertanian rata-rata seluas 4.9 Hektar. Bandingkan dengan Indonesia yang rata-ratanya hanya 0.92 hektar (World Bank). Oleh karena itu pemerintah Indonesia tentunya harus lebih serius apalagi dalam melindungi nasib petani. Apalagi berdasarkan hasil Sensus Pertanian yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013 rumah tangga pertanian di Indonesia masih di dominasi oleh petani gurem yang hanya mengelola lahan pertanian kurang dari 0.5 hektar.
Dalam usahanya melindungi petani AS menggunakan 2 kebijakan utama yaitu stabilisasi harga komoditas pertanian (Price Stabilization) dan percepatan pengembangan pedesaan (Rural Development). Melalui kebijakan tersebut pemerintah AS berusaha mengendalikan pasokan komoditas pertanian agar tetap stabil dan terus berinovasi guna menurunkan biaya produksi. Kebijakan stabilisasi harga dilakukan dengan cara memberikan program subsidi langsung komoditas pertanian (Direct Payment Program), jaminan harga melalui program Counter-Cyclical Payment, program bantuan pinjaman petani (Farm Loan Program), program subsidi ekspor dan lain sebagainya. Adapun kebijakan pengembangan pedesaan dengan cara peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur serta konservasi alam.
Melalui Direct Payment Program pemerintah AS memberikan insentif secara langsung kepada para petani yang menanam 10 komoditas unggulan yaitu Jagung, gandum, sorgum barley, kapas, beras, kedelai, minyak sayur minor, kacang-kacangan dan chickpeas. Setiap komoditi memiliki tarif bantuan langsung yang berbeda-beda (lihat tabel. 1). Sebagai contoh untuk petani yang memproduksi jagung sebanyak 1000 bushel dan gandum sebanyak 1000 bushel maka akan mendapatkan direct payment sebanyak ($ 0.28 x 1000) + ($ 0.52 x 1000) = $ 800 dari pemerintah.
Namun apabila harga pasaran ditambah insentif Direct Payment sudah melebihi Target Price maka petani yang bersangkutan tidak akan mendapatkan insentif CCP. Dengan kedua cara ini, pemerintah Amerika Serikat berusaha agar petani dapat menerima harga total yang pantas untuk setiap hasil panennya walaupun harga pasar cukup rendah.Â
Sebagai contoh untuk petani yang memproduksi 1000 bushel gandum (wheat) dan menjual gandumnya dengan harga $ 3.5o per bushel (harga pasar) maka di dia akan mendapat Direct Payment sebesar $ 0.52 per bushel. Harga pasar ditambah dengan Direct Payment sama dengan $ 4.02, nilai ini tentunya masih dibawah harga target yaitu sebesar $ 4.17 per bushel. Oleh karena itu petani tersebut akan mendapat insentif CCP sebesar $ 0.15 per bushel.
Program pinjaman ini memungkinkan untuk menyimpan hasil pertaniannya sementara waktu sampai harganya stabil. Apabila petani membutuhkan bantuan finansial (karena belum bisa menjual hasil panennya) maka pemerintah menyediakan pinjaman tersebut. Sehingga pada akhirnya kebutuhan keuangan para petani tidak mengganggu stabilitas harga komoditas pertanian.
Selanjutnya guna merangsang ekspor hasil pertanian dan meningkatkan daya saing pasar, pemerintah AS juga memberikan subsidi ekspor kepada petani. Harga yang bersaing dan kulitas yang sangat baik membuat AS saat ini terkenal sebagai salah satu pengekspor komoditas pertanian terbesar di dunia.Â
Komoditasnya pun lengkap mulai dari sayur-sayuran, buah-buahan, ayam potong, daging sapi, susu, hingga ke tembakau dan biji-bijian. Komoditas ini sebagian besar dieks-por ke sejumlah negara. Indonesia, antara lain mengimpor kacang kedelai, gandum, kapas, produk olahan susu, dan pakan ternak. Pedahal pada tahun 2016 persentase penduduk AS yang bekerja disektor pertanian hanya sekitar 1.62% (World Bank) dari total penduduk 323,1 juta atau lebih dari 5 juta. Jika dibandingkan dengan Indonesia tentunya produktivitas petani di AS jauh lebih tinggi.