Sektor Pertanian di Indonesia merupakan sektor dengan peranan sangat penting. Sektor ini memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor Indusri pengilahan, dengan total kontribusi sebesar 13,49% pada tahun 2015 (Statistik Indonesia, BPS).
Bahkan di banyak propinsi Sektor Pertanian masih merupakan penggerak utama denyut nadi perekonomian dan mendominasi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) serta menyerap paling banyak tenaga kerja. Berbagai kebijakan telah dan sedang dilakukan pemerintah guna meningkatkan sektor pertanian agar lebih maju dan produktif sehingga kesejahteraan petani menjadi semakin baik. Namun, hingga saat ini kehidupan petani di Indonesia masih jauh dari sejahtera. Sehingga profesi petani masih dipandang sebelah mata.
Berbicara tentang kesejahteraan petani sama halnya dengan berbicara pendapatan petani itu sendiri. Semakin baik pendapatannya tentunya akan semakin baik pula kesejahteraannya. Â Adapun pendapatan petani erat kaitannya dengan harga jual komoditas pertanian yang dia dihasilkan. Semakin tinggi harga jual tentunya semakin tinggi pula pendapatan yang diterima petani, sebagaima tercermin pada persamaan dibawah ini :
Berbagai modifikasi teknis maupun genetis dibidang pertanian memang telah dilakukan seperti membuat saluran irigasi dalam rangka memodifikasi sifat alam agar di musim kemarau tetap tersedia air, domestifikasi hewan ternak guna mengontrol reproduksi dan penyakit, pemberian pupuk guna memodifikasi ketersediaan unsur hara di tanah, penggunaan bebih unggul (Hybrid), pemberian pestisida dan lain sebagainya.Â
Namun ketergantungan komoditas pertanian terhadap siklus alam belum dapat dihilangkan. Terlihat dengan adanya beberapa komoditas hanya akan tumbuh secara maksimal pada musim tertentu ataupun kondisi geografis tertentu. Oleh karena itu masih sering kita jumpai pada bulan-bulan tertentu terjadi over-supply komoditas tertentu dan dibulan berikutnya over-supply untuk komoditas lainnya. Hal ini meyebabkan harga komoditas tersebut bisa sangat murah pada suatu waktu dan naik drastis pada waktu yang lainnya.
Komoditas pertanian juga memiliki sifat permintaan yang cenderung inelastis, dimana perubahan harga komoditas pertanian relatif tidak terlalu berpengaruh pada jumlah yang diminta masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian besar komoditas pertanian adalah sumber makanan pokok seperti beras, jagung, gandum atau umbi-umbian. Sehingga perubahan pada ketersediaan stock komoditi pertanian di pasaran, yang dipengaruhi oleh biological-cyclus, akan direspon dengan perubahan harga yang cukup signifikan.
Selain itu, komoditas pertanian juga pada umumnya merupakan penyedia bahan baku industri makanan (agribisnis). Rantai panjang perjalanan hasil panen petani sebagian besar akan berakhir sebagai bahan baku utama pada sektor agribisnis. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi pemerintah, bagaimana caranya agar terjadi simbiosis mutualisme antara petani sebagai produsen dan perusahaan agribisnis sebagai konsumen hasil pertanian.Â
Namun, sektor Agribisnis biasanya dikuasai oleh beberapa perusahaan besar saja (Oligopoli). Mereka, para perusahaan agribisnis, tentunya akan bersaing satu sama lain untuk menghasilkan produk yang tidak hanya berkualitas tapi juga terjangkau harganya sehingga memiliki keunggulan komparatif dan mampu menguasai pasar.Â
Untuk itu, salah satu cara nya adalah dengan menekan bahan baku semurah mungkin. Dengan kata lain mereka harus memproduksi bahan bakunya sendiri, hal ini tentunya memerlukan investasi modal yang sangat besar, atau membeli bahan baku dari petani dengan harga semurah mungkin. Fenomena ini banyak terjadi tidak hanya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia tapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat (AS).
Perekonomian AS yang dibangun diatas prinsip kapitalisme justru membuat persaingan antar perusahaan agribisnis menjadi semakin sengit. Berbeda dengan negara-negara Uni-Eropa (European Union) yang menerapkan harga minimum produsen (Guarantee Price) bagi setiap komoditas pertanian, AS justru menyerahkan fluktuasi harga komoditas pertanian sepenuhnya kepada mekanisme pasar (Demand-Supply Law). Namun demikian AS tetap melakukan kebijakan-kebijakan guna menjaga ketersediaan komoditas pertanian agar tetap stabil berdasarkan prinsip flexibilitas permintaan.
Ada banyak kebijakan yang dilakukan AS guna melindungi nasib petaninya. AS merasa tetap perlu melindunginya petaninya walaupun secara umum petani di negeri Paman Sam itu sudah cukup yang kuat secara kapital. Memerlukan modal yang besar untuk menjadi petani di AS karena hampir semua proses produksi dilakukan dengan mesin. Mulai dari penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pemanenan hingga proses paska panen, semua dilakaukan dengan mesin.Â
Hanya dua hal yang dilakukan petani yaitu mengoperasikan mesin dan memantau serangan hama. Oleh karena itu rata-rata petani di AS mampu menggarap lahan pertanian rata-rata seluas 4.9 Hektar. Bandingkan dengan Indonesia yang rata-ratanya hanya 0.92 hektar (World Bank). Oleh karena itu pemerintah Indonesia tentunya harus lebih serius apalagi dalam melindungi nasib petani. Apalagi berdasarkan hasil Sensus Pertanian yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013 rumah tangga pertanian di Indonesia masih di dominasi oleh petani gurem yang hanya mengelola lahan pertanian kurang dari 0.5 hektar.
Dalam usahanya melindungi petani AS menggunakan 2 kebijakan utama yaitu stabilisasi harga komoditas pertanian (Price Stabilization) dan percepatan pengembangan pedesaan (Rural Development). Melalui kebijakan tersebut pemerintah AS berusaha mengendalikan pasokan komoditas pertanian agar tetap stabil dan terus berinovasi guna menurunkan biaya produksi. Kebijakan stabilisasi harga dilakukan dengan cara memberikan program subsidi langsung komoditas pertanian (Direct Payment Program), jaminan harga melalui program Counter-Cyclical Payment, program bantuan pinjaman petani (Farm Loan Program), program subsidi ekspor dan lain sebagainya. Adapun kebijakan pengembangan pedesaan dengan cara peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur serta konservasi alam.
Melalui Direct Payment Program pemerintah AS memberikan insentif secara langsung kepada para petani yang menanam 10 komoditas unggulan yaitu Jagung, gandum, sorgum barley, kapas, beras, kedelai, minyak sayur minor, kacang-kacangan dan chickpeas. Setiap komoditi memiliki tarif bantuan langsung yang berbeda-beda (lihat tabel. 1). Sebagai contoh untuk petani yang memproduksi jagung sebanyak 1000 bushel dan gandum sebanyak 1000 bushel maka akan mendapatkan direct payment sebanyak ($ 0.28 x 1000) + ($ 0.52 x 1000) = $ 800 dari pemerintah.
Namun apabila harga pasaran ditambah insentif Direct Payment sudah melebihi Target Price maka petani yang bersangkutan tidak akan mendapatkan insentif CCP. Dengan kedua cara ini, pemerintah Amerika Serikat berusaha agar petani dapat menerima harga total yang pantas untuk setiap hasil panennya walaupun harga pasar cukup rendah.Â
Sebagai contoh untuk petani yang memproduksi 1000 bushel gandum (wheat) dan menjual gandumnya dengan harga $ 3.5o per bushel (harga pasar) maka di dia akan mendapat Direct Payment sebesar $ 0.52 per bushel. Harga pasar ditambah dengan Direct Payment sama dengan $ 4.02, nilai ini tentunya masih dibawah harga target yaitu sebesar $ 4.17 per bushel. Oleh karena itu petani tersebut akan mendapat insentif CCP sebesar $ 0.15 per bushel.
Program pinjaman ini memungkinkan untuk menyimpan hasil pertaniannya sementara waktu sampai harganya stabil. Apabila petani membutuhkan bantuan finansial (karena belum bisa menjual hasil panennya) maka pemerintah menyediakan pinjaman tersebut. Sehingga pada akhirnya kebutuhan keuangan para petani tidak mengganggu stabilitas harga komoditas pertanian.
Selanjutnya guna merangsang ekspor hasil pertanian dan meningkatkan daya saing pasar, pemerintah AS juga memberikan subsidi ekspor kepada petani. Harga yang bersaing dan kulitas yang sangat baik membuat AS saat ini terkenal sebagai salah satu pengekspor komoditas pertanian terbesar di dunia.Â
Komoditasnya pun lengkap mulai dari sayur-sayuran, buah-buahan, ayam potong, daging sapi, susu, hingga ke tembakau dan biji-bijian. Komoditas ini sebagian besar dieks-por ke sejumlah negara. Indonesia, antara lain mengimpor kacang kedelai, gandum, kapas, produk olahan susu, dan pakan ternak. Pedahal pada tahun 2016 persentase penduduk AS yang bekerja disektor pertanian hanya sekitar 1.62% (World Bank) dari total penduduk 323,1 juta atau lebih dari 5 juta. Jika dibandingkan dengan Indonesia tentunya produktivitas petani di AS jauh lebih tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H