Tapi, pada awalnya, khusus untuk masalah pendidikan dan kebudayaan, publik agaknya pesimis dan merasa presiden keliru dalam memilih Nadiem.
Namun, secara perlahan tapi pasti Nadiem berhasil unjuk gigi. Bahkan, beberapa kali terjadi resuffle, Nadiem tidak tergoyahkan.
Program Merdeka Belajar dan juga Guru Penggerak adalah ide Nadiem yang dinilai sebagai program strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Sampailah akhirnya terjadilah transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto. Nadiem pun berakhir kiprahnya di Kemendikbudristek.
Uniknya, sekarang Kemendikbudristek dipecah menjadi 3 Kementerian. Sehingga, saat pisah sambut, satu menteri lama dilepas dan tiga menteri baru disambut.
Ketiga menteri baru adalah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti; Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro; dan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon.
Secara implisit bisa dibaca betapa "perkasa"-nya Nadiem karena nilainya sama dengan 3 orang menteri sekarang.
Pesan Nadiem kepada menteri baru adalah soal penguatan akses pendidikan kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu. Menurutnya, untuk mempercepat akses bisa dimanfaatkan teknologi.
Nadiem menyebut bahwa kebijakan Merdeka Belajar yang menjadi tonggak utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, telah disesuaikan dengan prinsip Ki Hajar Dewantara yang berfokus pada penguatan karakter.
Merespons pesan Nadiem, Abdul Mu'ti menyatakan ia dan pihaknya akan melestarikan dan menjaga hal-hal baik yang sudah ada. Juga, akan menggagas hal baru demi kemajuan pendidikan Indonesia.
Akan ke mana Nadiem Makarim setelah ini? Belum begitu jelas apa job Nadiem berikutnya. Dengan kreativitas dan inovasinya, tak sulit bagi Nadiem untuk tetap berkontribusi, meskipun tidak menjadi pejabat pemerintah.