Bahwa Presiden Joko Widodo telah berusaha semaksimal mungkin untuk secepatnya memindahkan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke kota yang baru dibangun di Kalimantan Timur, telah sama-sama kita maklumi.
Alasannya sangat logis, yakni karena kapasitas Jakarta yang sangat padat sudah tidak memadai. IKN Nusantara dirancang sebagai smart city dan sekaligus juga green city, dengan menekankan aspek keberlanjutan.
Meskipun demikian, pemindahan ibu kota secara resmi masih menunggu Keputusan Presiden (Keppres), yang besar kemungkinan akan ditandatangani oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Artinya, sepanjang belum ada Keppres tersebut, maka Jakarta masih menyandang status sebagai ibu kota negara Republik Indonesia.
Masih dibutuhkan anggaran yang sangat besar untuk menuntaskan pembangunan IKN, padahal di lain pihak anggaran belanja negara juga terbatas.Â
Lagipula, sekarang dalam masa transisi pemerintahan, dari pemerintahan yang dipimpin oleh Joko Widodo kepada pasangan terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dalam kondisi seperti itu, muncul usulan kota kembar (twin cities) Jakarta dan IKN, seperti diberitakan sejumlah media daring. Ide ini berasal dari Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI).
Dengan konsep kota kembar tersebut, akan memungkinkan dua kota besar untuk berbagi tanggung jawab administratif pemerintahan dalam jangka waktu tertentu, misalnya dari tahun 2025 hingga 2029.
Kalau usul di atas diterima, Jakarta dan IKN akan berbagi peran. IKN akan berfungsi sebagai ibu kota secara hukum (de jure), dan Jakarta akan menjalankan aktivitas pemerintahan nasional secara praktis (de facto).
Bambang Susantono, mantan Kepala Otorita IKN yang kini menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Kerjasama Internasional Pembangunan IKN, menyambut baik dan meneruskannya ke pemerintah.