Menambah adik baru apakah perlu didiskusikan? Kalau kita berbicara dalam konteks zaman sekarang, ya memang seharusnya begitu.
Diskusi tidak hanya antar suami istri, tapi juga dengan anak yang masih balita. Tentu, diskusinya memakai gaya bahasa anak-anak atau yang bisa dimengerti anak.
Apa yang dibicarakan dengan istri atau suami? Biasanya soal kesiapan secara finansial, kesehatan fisik dan mental istri untuk hamil dan melahirkan lagi, dan sebagainya.
Dengan adanya diskusi, menggambarkan adanya kesetaraan antar suami dan istri. Bahkan, anak pun sekarang sebaiknya diperlakukan sebagai teman yang perlu didengar pendapatnya.
Makanya, agar anak yang akan menjadi kakak tidak kaget atau tidak cemburu ketika adiknya lahir, perlu dikondisikan terlebih dahulu, antara lain dengan diajak diskusi.
Di zaman dahulu, soal menambah anak sudah dianggap alamiah saja tanpa perlu didiskusikan atau dipertanyakan.
Jangan heran, sampai dekade 1970-an, saat program Keluarga Berencana belum begitu bergema, sangat biasa menemukan pasangan suami istri (pasutri) yang punya anak lebih dari lima.
Jika mereka yang punya anak banyak itu berasal dari keluarga yang kemampuan ekonominya sangat terbatas, bisa dibayangkan seperti apa kehidupannya sehari-hari.
Tapi, orang zaman dahulu tak khawatir, karena sangat yakin bahwa banyak anak akan membawa banyak rezeki.
Ada anekdot dalam bahasa Minang, yang oleh laki-laki dewasa dianggap hal yang lucu, dan sering jadi guyonan di kedai kopi.
Padahal, ini tentang kegetiran suara hati seorang ibu yang punya suami mencari nafkah di tanah rantau, tapi si ibu punya anak banyak yang harus diasuhnya.
"Antahlah Yuang, kok pulang Abak ang, adiak ang juo nan batambah," demikian bunyi anekdot itu.Â
Terjemahan bebasnya kira-kira seperti ini, "Entahlah Nak, kalau ayahmu pulang, adikmu juga yang akan bertambah."
Kalau kita resapi kata-kata di atas, jelas bukan hal yang lucu, melainkan suatu kepasrahan dari seorang ibu, sambil menyindir suaminya.Â
Bukankah yang diinginkan si ibu, agar setiap pulang suaminya dari rantau akan ada peningkatan kesejahteraan, bukan peningkatan jumlah anak.
Maka, beruntunglah pasutri zaman sekarang yang ada apa-apa selalu didiskusikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H