Setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Dunia. Untuk tahun 2024 ini, tema yang dicanangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merupakan tema yang sangat penting, yakni "Mental Health at Work".
Sebetulnya, kesehatan mental di manapun juga tentu perlu kita jaga, baik di rumah, di sekolah, maupun di tempat bekerja seperti kantor, pabrik, atau di pasar bagi yang berprofesi sebagai pedagang.
Tentu, di semua tempat di atas sama penting untuk memperhatikan soal kesehatan mental. Seiring dengan makin banyaknya kasus kekerasan di rumah tangga dan di sekolah, tentu berdampak pada kesehatan mental para korban.
Namun, sesuai dengan tema WHO di atas, mari kita fokuskan pembahasan melalui artikel ini pada kesehatan mental di tempat bekerja.Â
Bisa jadi, banyak pekerja yang tidak merasa bermasalah dengan kesehatan mental. Tapi, bila mengalami stres, ini sebenarnya sudah indikasi awal punya masalah mental.
Ya, mungkin di antara kita masih ada yang menganggap istilah kesehatan mental itu berbau stigma negatif, makanya tak mau mengakuinya, padahal raut mukanya terlihat stres.
Stres adalah reaksi seseorang baik secara fisik maupun emosional, terhadap perubahan dari lingkungan yang mengharuskan seseorang menyesuaikan diri.Â
Stres adalah bagian alami dari kehidupan. Bahkan, stres itu penting juga untuk melatih kita berpikir dan melakukan sesuatu dengan lebih matang.
Jadi, dapat dipastikan bahwa setiap orang pernah mengalami stres, termasuk orang yang kaya raya sekalipun, atau orang yang punya kekuasaan sekalipun.
Setiap terjadi sesuatu yang tidak seperti yang kita harapkan, biasanya kita akan stres. Tapi, hal ini lazimnya berlangsung relatif tidak lama.
Setelah itu kita sudah bisa menyesuaikan diri lagi. Namun, bagi yang belum berhasil menyesuaikan diri selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, ini sudah terganggu mentalnya.
Banyak pekerja yang sebetulnya mulai terkena tekanan mental, namun bertahan terus karena menimbang betapa sulitnya mendapatkan pekerjaan.
Padahal, dengan bertahan terus dalam kondisi punya masalah kesehatan mental, bisa memperburuk keadaan. Makanya, mau tak mau perlu diambil tindakan.
Apa tindakan yang akan diambil, akan dipaparkan di bagian akhir artikel ini. Ada baiknya kita mulai pembahasan dari faktor penyebab stres.
Stres di tempat kerja didasari oleh berbagai faktor, seperti beban pekerjaan yang tidak ada habisnya, dan lingkungan kerja yang kurang nyaman.Â
WHO mengklasifikasikan stres di tempat kerja (burnout) sebagai sindrom. Dalam International Classification of Diseases, burnout merupakan suatu sindrom yang dikonseptualisasi sebagai hasil dari stres kronis di tempat kerja yang tidak dikelola dengan baik.
Penyebab burnout biasanya karena jumlah sumber daya yang tidak sesuai untuk menyelesaikan pekerjaan, atau ketidakmampuan untuk mengatur aspek pekerjaan (beban kerja, pembagian tugas, dan jadwal), sehingga menyebabkan kelelahan.
Penyebab berikutnya, bisa karena seorang pekerja merasa terintimidasi dan di-bully oleh rekan kerjanya, temasuk terkena tindak kekerasan dan pelecehan seksual.
Kemudian, faktor keselamatan kerja yang tidak terfasilitasi oleh perusahaan, jenis pekerjaan yang monoton, serta kurangnya support dari lingkungan sekitar, bisa pula menjadi penyebab burnout.
Begitu pula dengan ketidakseimbangan antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan, dan komunikasi dalam lingkungan pekerjaan yang kurang terbuka, juga akan memicu terjadinya burnout.
Apa yang menjadi tanda-tanda ketika seseorang stres di tempat kerja? Ini dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut.
Pertama, saat kinerja individual pekerja mengalami penurunan drastis. Kinerja ini bisa menyangkut produktivitas, kreativitas dan inisiatif yang biasanya muncul, tiba-tiba mandeg.
Kedua, adanya perubahan suasana hati dari yang biasanya nyaman menjadi tidak nyaman, penuh kecemasan dan setiap mau memulai pekerjaan terasa sekan-akan ada beban berat.
Ketiga, munculnya masalah interpersonal, mungkin dengan atasan atau rekan kerja. Akibatnya, ada perasaan ingin sendiri biar lebih tenang.
Keempat, bisa pula pekerja yang stres berubah tingkah lakunya jadi tidak sabar, pemarah, dan tidak lagi melakukan hal-hal yang selama ini jadi hobi atau minatnya.
Kelima, stres  di tempat kerja pada akhirnya akan berdampak pada munculnya penyakit secara fisik, seperti sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan sebagainya.
Nah, yang terpenting tentu bagaimana cara mengatasi stres di tempat kerja. Lebih cepat diatasi akan lebih baik. Inilah yang dipaparkan berikut ini.
Pertama, setiap pekerja perlu mengetahui batas maksimun kemampuannya. Tujuannya, agar mengoptimalkan waktu yang dibutuhkan dan tidak membuat pekerjaan berikutnya tertunda.
Hal ini juga perlu agar si pekerja punya metode atau strategi, sehingga pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik serta menghindari kelelahan berlebihan.
Kedua, setiap pekerja perlu sharing dengan rekan kerjanya. Membuka obrolan dengan rekan dapat menciptakan suasana kerja yang lebih positif.Â
Dengan bersikap positif dan optimis, kita bisa rileks sejenak dan suasana kerja akan terasa lebih nyaman. Jam istirahat bisa dipakai untuk sharing.
Manajemen perusahaan yang baik malah sengaja mengumpulkan semua anggota tim, untuk saling menceritakan apa yang diharapkan masing-masing anggota dan kendala apa yang dihadapinya.
Atas kendala tersebut, pihak manajemen akan aktif mencarikan solusi. Perusahaan berkepentingan agar semua anggotanya tidak ada yang mentalnya bermasalah, agar kinerja meningkat.Â
Ketiga, tak ada salahnya, malah bagus, untuk melupakan pekerjaan sejenak. Istilah anak sekarang adalah healing. Kalau perlu manfaatkan hak cuti yang ada.
Cari hiburan yang bisa membuat pikiran dan tenaga kita kembali pulih, seperti menonton film, bernyanyi di ruang karaoke, berkebun, bermain dengan hewan peliharan, dan masih banyak lagi.Â
Perusahaan yang baik perlakuannya pada pekerja, biasanya punya program family day atau program refreshing bersama ke tempat wisata.
Keempat, semua pekerja agar menjaga pola hidup sehat, antara lain dengan istirahat yang cukup, mengonsumsi makanan bergizi, dan berolahraga, untuk melindungi kesehatan fisik dan mental.
Kelima, melakukan mindfulness, berkontemplasi, beribadah dengan khusuk, atau mengosongkan pikiran dalam posisi yang nyaman.
Keenam, bila langkah-langkah di atas masih belum mampu mengatasi stres, saatnya untuk berkonsultasi dengan ahlinya, seperti mendatangi psikiater atau psikolog.
Demikian saja, mudah-mudahan tulisan sederhana ini bisa menggugah kita agar semakin memperhatikan kesehatan mental, sehingga kehidupan kita semakin produktif dan berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H