Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Memperlakukan Anak Layaknya Teman, Apa Plus Minusnya?

23 September 2024   08:37 Diperbarui: 23 September 2024   08:50 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pola asuh anak yang diterapkan kedua orang tua, akan sangat menentukan bagaimana perkembangan anak nantinya, bahkan sampai si anak tersebut menjadi seorang ayah atau ibu. 

Pola asuh anak adalah suatu proses interaksi antara orangtua dan anak dalam mendukung perkembangan fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual, sejak si anak dalam kandungan hingga dewasa.

Dari referensi yang ada, terdapat berbagai metode pola asuh anak. Tapi, bila disederhanakan, bisa dikelompokkan pada 3 metode, yakni otoriter, demokratif, dan permisif. 

Pola asuh otoriter merupakan gaya pengasuhan orangtua yang bertujuan agar anak patuh dengan segala perintah, tanpa pengecualian dan tanpa memberi anak kesempatan untuk mengajukan pertanyaan apa pun.

Lalu, orangtua juga mendisiplinkan anak dengan cara yang ketat, dan dengan tegas memberi hukuman apabila peraturan yang sudah dibuat tidak ditaati anak.

Pola asuh demokratif adalah gaya pengasuhan dari orangtua yang suportif dan memberikan respon terhadap pilihan anak. Akan tetapi, tetap ada batasan yang disertai penjelasan kenapa ada batasan tersebut.

Ciri-ciri dari pola asuh demokratif adalah mempunyai peraturan yang jelas dan masuk akal, suportif dan responsif, serta menghargai setiap pendapat anak.

Pada gaya pengasuhan demokratif ini, orang tua akan memperlihatkan wibawa sebagai ayah atau ibu, tapi juga sekaligus menjadi teman untuk anak.

Pola asuh permisif adalah gaya pengasuhan di mana orangtua menerapkan cara yang hangat, bebas, tetapi terlihat lemah di mata anak.

Dalam pola ini, orang tua tidak menerapkan batasan yang jelas serta belum tegas dengan peraturan yang dikatakannya pada anak-anaknya.

Nah, mengingat sekarang adalah era yang terbuka karena kemajuan teknologi informasi, idealnya yang dipakai sebagai pola asuh adalah yang bergaya demokratif.

Namun, kemampuan setiap orang tua dalam mengimplementasikan gaya demokratif itu bervariasi, yang juga tergantung pada apa yang mereka dapatkan dari orang tuanya saat mereka kecil.

Gaya demokratif menjadi gaya yang ideal, karena menyeimbangkan peran orang tua sebagai pembuat regulasi di rumah tangga dan perannya sebagai sahabat tempat anak bisa curhat dengan bebas.

Hanya saja, derajat persahabatan antara orang tua dan anak itu berbeda-beda, tergantung seberapa jaim atau seberapa terbuka mereka pada anaknya.

Makin tinggi derajat persahabatannya secara umum belum tentu bisa dikatakan akan lebih baik. Jadi, perlu takaran yang tepat dalam arti tidak full bersahabat, dan juga bukan tidak bersahabat sama sekali.

Bagaimanapun, tetap ada plus minusnya jika sepenuhnya menjadikan anak sebagai teman, seperti dipaparkan berikut ini.

Faktor plus-nya, orang tua akan tahu banyak mengenai kemauan anaknya, tentang potensi yang bisa dikembangkan, dan tentang kelemahannya yang perlu diberikan pendampingan.

Adapun faktor minusnya, pertama, terlalu memperlakukan anak seperti teman, dikhawatirkan anak menjadi kurang mengetahui batasan-batasan antara orangtua dengan anak. 

Kedua, membangun kedekatan dengan anak, jangan sampai lupa untuk mengajarkan anak bagaimana cara bersikap atau menghargai orang lain yang lebih tua darinya. 

Bila terlalu santai dan tidak mengingatkan tata krama, anak bisa saja memperlakukan orang tuanya sendiri atau orang tua temannya tanpa sopan santun.

Ketiga, menjadi teman dekat dengan anak dapat menghilangkan figur orang tua. Padahal, anak tetap membutuhkan sosok orangtua yang dapat memegang kendali dan melindungi.

Akan sangat berbahaya bila anak sampai kebablasan, hanya menganggap orang tuanya semata-mata teman, bukan orang tua yang perlu dihormati.

Kesimpulannya, berhubungan dengan anak layaknya teman boleh-boleh saja, tetapi tetap ada batasan yang jelas yang disepakati oleh si anak.

Orangtua juga perlu mengetahui kapan dan pada situasi apa mereka harus bersikap tegas maupun santai seperti teman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun