Nah, mengingat sekarang adalah era yang terbuka karena kemajuan teknologi informasi, idealnya yang dipakai sebagai pola asuh adalah yang bergaya demokratif.
Namun, kemampuan setiap orang tua dalam mengimplementasikan gaya demokratif itu bervariasi, yang juga tergantung pada apa yang mereka dapatkan dari orang tuanya saat mereka kecil.
Gaya demokratif menjadi gaya yang ideal, karena menyeimbangkan peran orang tua sebagai pembuat regulasi di rumah tangga dan perannya sebagai sahabat tempat anak bisa curhat dengan bebas.
Hanya saja, derajat persahabatan antara orang tua dan anak itu berbeda-beda, tergantung seberapa jaim atau seberapa terbuka mereka pada anaknya.
Makin tinggi derajat persahabatannya secara umum belum tentu bisa dikatakan akan lebih baik. Jadi, perlu takaran yang tepat dalam arti tidak full bersahabat, dan juga bukan tidak bersahabat sama sekali.
Bagaimanapun, tetap ada plus minusnya jika sepenuhnya menjadikan anak sebagai teman, seperti dipaparkan berikut ini.
Faktor plus-nya, orang tua akan tahu banyak mengenai kemauan anaknya, tentang potensi yang bisa dikembangkan, dan tentang kelemahannya yang perlu diberikan pendampingan.
Adapun faktor minusnya, pertama, terlalu memperlakukan anak seperti teman, dikhawatirkan anak menjadi kurang mengetahui batasan-batasan antara orangtua dengan anak.Â
Kedua, membangun kedekatan dengan anak, jangan sampai lupa untuk mengajarkan anak bagaimana cara bersikap atau menghargai orang lain yang lebih tua darinya.Â
Bila terlalu santai dan tidak mengingatkan tata krama, anak bisa saja memperlakukan orang tuanya sendiri atau orang tua temannya tanpa sopan santun.
Ketiga, menjadi teman dekat dengan anak dapat menghilangkan figur orang tua. Padahal, anak tetap membutuhkan sosok orangtua yang dapat memegang kendali dan melindungi.