Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) punya kedudukan khusus dalam lanskap perekonomian Indonesia. Apalagi, kalau dikerucutkan pada UMK saja.
Untuk usaha yang sudah masuk kelompok menengah, permasalahan yang dihadapinya relatif berbeda dengan usaha mikro dan kecil. Makanya, meskipun tulisan ini menyebutkan UMKM, tapi penekanannya pada UMK.
Bahkan, dalam berbagai referensi terbaru, muncul lagi kelompok usaha ultra mikro, yakni usaha yang lebih rendah skalanya dibanding usaha mikro.Â
Namun, karena usaha ultra mikro merupakan pecahan dari usaha mikro, dalam artikel ini menganggap keduanya sebagai kelompok mikro saja.
Apapun definisi atau kriteria yang dipakai, fakta berbicara bahwa UMKM adalah penyelamat perekonomian Indonesia, karena mampu menyerap banyak tenaga kerja yang gagal masuk pekerjaan formal.Â
Lebih dari 90 persen tenaga kerja di negara kita diserap oleh UMKM. Ini angka yang luar biasa. Artinya, jika UMKM menghadapi masalah serius, imbasnya bisa menambah jumlah pengangguran secara signifikan.
Ketika Presiden RI masih dijabat Joko Widodo (Jokowi), pada acara salah satu BUMN di Jakarta (7/3/2024), beliau mengungkapkan pelaku UMKM layak mendapatkan perhatian besar, mengingat pentingnya peran mereka di bidang ekonomi.
"Kita tahu jumlah UMKM kita itu kurang lebih 65 juta, kontribusi ke PDB ekonomi kita 61%, dan penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM 97%, sebuah angka yang juga sangat besar sekali," kata Jokowi.
Mari kita cermati paparan Jokowi di atas. Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto yang hanya 61 persen, padahal dihasilkan oleh 97% tenaga kerja, ini menyiratkan ada kesenjangan.
Bukankah hal itu bisa dibaca, 3% tenaga kerja yang diserap usaha besar (biasa disebut sektor korporasi) mampu menyumbang 39% PDB? Jadi, yang 3% dapat 39 bagian, yang 97% hanya dapat 61 bagian.