Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenapa Wantimpres Dihapus dan DPA Kembali Hidup?

29 Juli 2024   07:10 Diperbarui: 29 Juli 2024   07:13 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) merupakan lembaga pemerintah yang eksistensinya relatif belum lama, yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006.

Tugasnya adalah memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang Undang Dasar 1945.

Sejak 2019 hingga saat ini yang menjadi Ketua Wantimpres adalah Wiranto, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (2016-2019).

Wantimpres merupakan pengganti Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang dulu keberadaannya dinilai kurang efektif dalam melaksanakan tugasnya sebagai organ penasehat.

Namun, secara struktur kenegaraan, Wantimpres bukan lembaga tinggi negara seperti yang dulu disandang DPA. 

Nah, sekarang masalah yang sama muncul lagi, yakni munculnya penilaian belum optimalnya peranan Wantimpres, sehingga DPR akan merevisi dasar hukumnya.

Majalah Tempo edisi 21 Juli 2024 memberitakan bahwa Badan Legislasi DPR telah menyetujui rencana revisi Undang-Undang terkait Wantimpres di atas.

Dalam draf revisi, nantinya nama Wantimpres akan diubah menjadi DPA. Jadi, apakah itu bisa diartikan DPA akan hidup kembali dan Wantimpres akan dihapus?

Kalau dugaan di atas betul, maka bisa jadi ada kaitannya dengan akan berakhirnya masa jabatan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia.

DPA merupakan lembaga negara yang sudah ada sejak sebelum reformasi, bahkan menjadi salah satu lembaga penting yang disahkan setelah Indonesia merdeka. 

Di Era Soeharto, Ketua dan anggota DPA merupakan sosok senior yang dianggap telah berjasa kepada negara. Ya, semacam penghargaan atas hasil kerjanya di masa lalu.

Kehadiran DPA waktu dulu memang lebih bersifat formalitas dan hadir di acara seremonial kenegaraan, tapi rekomendasi DPA terhadap isu-isu yang muncul, jarang terungkap ke permukaan.

Nah, sekarang dengan akan berakhirnya masa kepresidenan Jokowi, apakah DPA versi baru akan menjadi tempat yang tepat agar beliau tetap berperan?

Kalau iya, mungkin DPA  versi baru tidak sekadar lembaga tinggi negara gaya Orde Baru yang seremonial, tapi akan bergigi dan sekaligus bergengsi.

Dikutip dari Tempo, poin perubahan Revisi UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden, mencakup hal berikut:

Pertama, Pasal 1 yang mengubah nama Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung.

Kedua, Pasal 2 yang menyatakan DPA adalah lembaga negara. 

Perlu ditegaskan bahwa Wantimpres bukan dinyatakan sebagai lembaga negara, melainkan lembaga pemerintah.

Ketiga, Pasal 7 Ayat 1, DPA terdiri atas ketua merangkap anggota dan beberapa orang anggota yang jumlahnya ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Keempat, menghapus Pasal 12 Ayat 1d yakni larangan anggota DPA merangkap pengurus partai politik, pemimpin ormas, lembaga swadaya masyarakat, yayasan, badan usaha milik negara atau swasta, organisasi profesi, dan pejabat struktural di perguruan tinggi negeri ataupun swasta.

Dengan poin perubahan dan penghapusan di atas, tak heran mengundang komentar dari beberapa pengamat yang mengatakan pembentukan DPA sebagai persiapan pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.

Jumlah anggota DPA yang disesuaikan dengan kebutuhan Presiden juga menyiratkan kesan akan gemuknya organisasi ini.

Soalnya, begitu banyaknya partai politik, kelompok relawan, dan tokoh publik yang mendukung pasangan Prabowo - Gibran pada Pilpres lalu, kemungkinan akan diakomodasi ke berbagai lembaga.

Masalahnya, lembaga yang ada juga tidak cukup untuk menampung demikian banyaknya perwakilan kelompok pendukung.

Dengan demikian, DPA dibentuk antara lain diharapkan mampu menampung banyak pihak yang ingin masuk pemerintahan.

Kalau memang dugaan itu nantinya terbukti, maka fungsi strategis DPA pun dikhawatirkan juga tidak optimal. 

Perlu lembaga negara yang mampu bersikap kritis terhadap pemerintah demi kepentingan rakyat, bukan sebagai ajang balas jasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun