Dilema dalam kepariwisataan mulai dirasakan di Indonesia, khususnya di Pulau Bali. Indonesia sebetulnya perlu lebih gencar berpromosi, agar mampu menjaring kedatangan turis asing yang lebih banyak.
Namun, ketimpangan antar daerah yang menjadi tujuan pelancongan, menjadi masalah pelik. Turis asing hanya menumpuk di Pulau Bali, sementara di daerah lain tidak begitu ramai.
Bahkan, di Bali pun terdapat ketimpangan antara Bali bagian utara yang agak sepi dengan Bali bagian selatan (Kabupaten Badung, Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar) yang penuh sesak.
Maka, jangan heran kalau warga Bali sendiri, terutama yang berdomisili di sekitar destinasi wisata yang menjadi favorit turis asing, mulai merasa terganggu.
Soalnya, sebagian turis itu berkelakuan aneh. Banyak yang mengemudikan motor atau mobil sewaan secara ugal-ugalan. Tampaknya mereka merasa bebas di Indonesia.
Lebih parah lagi, terkadang mereka melakukan yang terlarang menurut adat Bali. Tidak hanya itu, banyak pula turis yang berurusan dengan aparat kepolisian karena melanggar hukum di Indonesia.
Untungnya, warga Bali masih setia dengan prinsip toleransi yang tinggi. Bukan seperti di Barcelona (kota di Spanyol yang menjadi destinasi wisata terkenal di dunia).Â
Saking terganggunya masyarakat di Barcelona, mereka sampai melakukan aksi demo, meminta pemerintah setempat membatasi kunjungan turis asing.
Menyeleksi turis yang mau datang ke negara kita, bukan hal yang gampang. Apalagi, Indonesia memberlakukan kebijakan visa on arrival bagi turis dari banyak negara.
Akibatnya, turis berkantong tipis semakin banyak memenuhi Bali. Ambil contoh sebagian turis India, yang berwisata dalam rombongan yang dikelola biro travel dari India, yang bekerjasama dengan biro sejenis di Indonesia.
Rata-rata mereka memanfaatkan promo dengan diskon besar, sehingga uang yang mereka keluarkan sangat rendah.Â
Sebagian dari rombongan turis tersebut berwisata sebagai bonus dari manajemen pabrik tempat mereka bekerja.
Mereka menginap di budget hotel. Namanya juga budget hotel, tentu fasilitasnya tidak selengkap hotel berbintang seperti biasanya. Makanan untuk sarapan sebagai misal, jumlahnya telah diukur dengan memakai prinsip efisiensi.
Namun, tingkah sebagian turis malah seperti tidak beretika. Seorang tour guide bercerita betapa pusingnya ia mengurus turis berkantong tipis tapi banyak lagak itu.
Mereka sarapan di hotel dengan mengambil makanan yang melebihi kapasitas orang normal, dan sebagian dibungkus pakai tisu untuk di perjalanan.Â
Tingkah mereka yang kebablasan itu tentu menimbulkan pertengkaran dengan pihak keamanan hotel. Parahnya, ketika ditegur mereka pura-pura tidak mengerti bahasa Inggris.
Untuk menghemat pengeluaran, ada yang minum air kran yang sebetulnya belum layak minum. Kalau nanti mereka sakit perut, akibatnya bisa fatal, tidak saja bagi mereka, tapi mungkin juga bagi citra Indonesia.
Tidak sedikit pula turis yang mencuri atau melakukan tindak pidana lain di Bali. Mereka bisa disebut sebagai turis kere. Kasus yang baru saja terjadi menimpa seorang warga Rusia, berinisial MK.
MK babak belur dihajar massa setelah ketahuan hendak merampas mobil milik warga di Jalan Simpang Tiga Yeh Pulu, Banjar Goa, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali, Senin (2/9/2024) kemarin.Â
Kepala Satuan Reserse Kriminalisasi Polres Gianyar AKP M Gananta mengatakan, turis pria itu masih belum bisa dimintai keterangannya lantaran masih menjalani perawatan medis.Â
"Saat diserahkan ke sini kemarin dalam keadaan banyak memar-memar dan luka lecet karena yang bersangkutan kabur dan dihajar massa," kata M Gananta (Kompas.com, 3/9/2024).
Apakah kebijakan bebas visa perlu ditiadakan agar dampak overtourism di Bali bisa diminimalisir? Lalu, bagaimana menggenjot kedatangan turis asing di daerah selain Bali?
Kita tunggu langkah apa yang akan diambil pemerintah bersama pihak lain yang berkaitan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H