Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Pilkada Jakarta, Kenapa Kader Partai Terkesan Melempem?

12 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 12 Juli 2024   07:44 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu fungsi partai politik adalah menjadi wadah untuk berhimpunnya orang-orang yang punya ideologi yang sama dalam melihat berbagai persoalan bangsa, baik di level nasional maupun daerah.

Partai yang sukses antara lain bisa dilihat dari seberapa banyak partai tersebut mampu mencetak kader, yang pada waktunya siap untuk jadi pemimpin nasional atau pemimpin daerah.

Mencetak kader dapat diartikan sebagai memberikan pembekalan, pelatihan, pengalaman dan sebagainya dari bawah. Maksudnya bukan dengan "membajak" kader yang sudah jadi.

Ternyata, partai yang jadi pemenang dalam pemilu legislatif, belum tentu punya kader yang siap untuk menerima estafet pembangunan.

Mari kita lihat apa yang saat ini terjadi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), yang akan memilih gubernur pada November tahun ini. 

Jakarta memang akan kehilangan status ibu kota negara. Namun, levelnya tetap provinsi yang strategis dan diyakini akan tetap menjadi pusat ekonomi dan bisnis nasional.

Anies Laris Manis, tapi Bukan Kader Parpol

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi pemenang pemilu di Jakarta pada pemilu legislatif yang diselenggarakan 14 Februari 2024 yang lalu.

Logikanya, partai pemenang itu dengan penuh percaya diri akan memajukan kader terbaiknya sebagai calon gubernur Jakarta.

Kaesang Pangarep, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang juga putra bungsu Presiden Joko Widodo, sempat melontarkan pujian pada PKS sewaktu pengurus PSI bersilaturahmi ke DPP PKS beberapa hari yang lalu.

Menurut Kaesang, Presiden PKS Ahmad Syaikhu sebaiknya maju di Jakarta karena partainya jadi pemenang. Dapat ditafsirkan bahwa Ahmad Syaikhu punya peluang untuk menang Pilkada.

Masalahnya, PKS sendiri seperti kurang yakin. Mungkin karena melihat hasil survei elektabilitas bakal calon gubernur Jakarta, di mana kader murni PKS memperoleh angka yang relatif rendah.

Tak heran, jika PKS masih bernafsu untuk mengusung Anies Baswedan sebagai cagub. Anies juga menjadi calon presiden yang diusung PKS bersama Nasdem dan PKB pada Pilpres yang lalu.

Tentu, pertimbangannya jelas karena elektabilitas Anies di Jakarta masih tinggi menurut sejumlah lembaga yang telah berpengalaman melakukan survei elektabilitas.

Perlu diketahui, kader PKS Sohibul Iman telah ditetapkan jadi pendamping Anies mengisi posisi bakal calon wakil gubernur DKI Jakarta.

Hanya saja, PKS masih perlu menggandeng partai lain, paling tidak satu partai lagi yang minimal punya 4 kursi di DPR DKI Jakarta. 

Jadi, posisi Sohibul Iman sama sekali belum aman dan bahkan kemungkinan tidak akan terwujud, jika tidak ada parpol lain yang menyambut.

Adapun posisi Anies lebih diuntungkan karena laris manis dilirik partai lain diluar PKS. PKB menyatakan ketertarikannya dan PDIP menyebut Anies jadi salah satu nominasi. 

Tapi, kemungkinan PDIP akan menyorongkan kadernya untuk jadi pasangan Anies. Seolah-olah Anies punya kemewahan karena bisa memilih siapa pendampingnya yang dirasa tepat.

Kader Parpol Perlu Kreatif Sejak Awal 

Berkaca dari perjalanan karier politik seorang Anies Baswedan, meskipun bukan kader parpol, harus diakui kejeniusannya.

Anies telah berinvestasi kepopuleran sejak jauh-jauh hari. Penggagas Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) sejak 15 tahun lalu itu, telah melambungkan namanya.

Bahkan, jauh sebelum itu, Anies sudah jadi aktivis di sekolah menengah dan berlanjut saat kuliah di Universitas Gadjah Mada.

Jelaslah, meningkatkan popularitas dan sekaligus elektabilitas tak bisa dilakukan secara ujuk-ujuk ketika mendekati masa pilkada.

Apapun hasil Pilkada DKI Jakarta nanti, tak ada salahnya anak muda yang bukan dari parpol tapi tertarik terjun ke politik, mengikuti jejak Anies.

Apalagi, bagi kader parpol, seharusnya melakukan hal-hal yang bisa menjadi "investasi politik" secara konsisten, dan jangan sampai terkesan melempem.

Jokowi Jadi Contoh Kader Parpol yang Sukses.

Jika Anies adalah contoh sukses meskipun tidak bergabung ke parpol, maka contoh kader parpol yang terbaik boleh dikatakan layak disematkan kepada Joko Widodo.

Saat ini mungkin saja PDIP tidak lagi menganggap Joko Widodo sebagai kadernya, karena dinilai tidak mendukung pasangan Ganjar-Mahfud yang diusung PDIP pada Pilpres lalu.

Tapi, terlepas dari itu, bagi mereka yang ingin merintis karir politik dengan masuk parpol tertentu, bisa belajar dari perjuangan Jokowi.

Tidak dapat dipungkiri, Jokowi adalah contoh spektakuler kesuksesan kader partai yang sukses dari bawah. Mulai dari jadi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan mencapai puncaknya dengan terpilih jadi Presiden Republik Indonesia.

Namun, seandainya beliau masih kader partai berlambang banteng itu, Jokowi mungkin tidak akan pernah jadi Ketua Umum PDIP, mengingat karisma Megawati yang begitu kuat.

Jadi, selain untuk jadi kepala daerah, ternyata juga sulit mencetak kader untuk menjadi Ketua Umum Partai yang karismatik.

Sulit dibayangkan apa yang akan terjadi jika Megawati tidak lagi menjadi Ketua Umum PDIP. Demikian juga Prabowo Subianto dengan Gerindra dan Surya Paloh dengan Nasdem.

Paling tidak, sampai saat ini belum terlihat di masing-masing partai kader yang kualitas kepemimpinannya mendekati Megawati, Prabowo, dan Surya Paloh.

Golkar dan PKS relatif berhasil karena ketua umumnya sudah sering berganti, dan pergantian itu tidak membuat perolehan suara partai di pemilu anjlok tajam.

Itulah beberapa tantangan bagi parpol dan kadernya agar mampu membuat Indonesia jauh lebih maju dan sehahtera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun