Misalnya, untuk membangun jalan di pedalaman Papua, pelayaran ke pulau terpencil, dan penerbangan perintis ke daerah pelosok yang tidak terhubung dengan jalan darat yang layak.
Ketiga, fungsi BUMN sebagai agent of development (agen pembangunan), termasuk sebagai alat pemerintah dalam menata kebijakan perekonomian.
Beberapa jenis subsidi untuk warga kurang mampu, seperti subsidi listrik dan bahan bakar atau energi, eksekusinya dilakukan oleh BUMN terkait.
Demikian pula kebijakan dalam rangka menstabilkan harga pangan atau yang termasuk dalam sembilan bahan pokok (sembako), kebijakannya diputuskan pemerintah dan eksekusinya melibatkan Bulog sebagai salah satu BUMN.
Potensi Politisasi dan Bagi-bagi Posisi, Ancaman bagi BUMN
Uraian di atas jelas memperlihatkan keberpihakan pemerintah kepada rakyat banyak, dan BUMN menjadi alat atau "kendaraan" yang digunakan pemerintah.
Masalahnya, kebijakan pemerintah dan strategi bisnis BUMN tertentu berpotensi diboncengi kepentingan politik. Kalau ini terjadi, tentu jadi ancaman bagi BUMN.
Umpamanya, dalam pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan bank milik negara, dan penyaluran pangan bersubsidi yang dilakukan BUMN, ada potensi diklaim sebagai credit point untuk parpol tertentu.
Ngomong-ngomong soal politisasi BUMN, yang paling sering dihebohkan media adalah terkait adanya kesan bagi-bagi jabatan, baik untuk posisi direksi dan terutama di posisi komisaris BUMN.
Ambil contoh yang baru-baru ini ramai diberitakan media massa, di antaranya yang dikutip dari Antaranews.com (14/6/2024) di dua paragraf berikut.
Sejumlah kader partai yang diangkat menjadi komisaris, antara lain, anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Simon Aloysius Mantiri sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Fuad Bawazier sebagai Komisaris Utama PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID.