Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jika Pemilik Dana Jumbo Hengkang ke Bank Sebelah

10 Juni 2024   05:39 Diperbarui: 10 Juni 2024   05:39 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dok. BSI, dimuat republika co.id

Muhammadiyah adalah ormas Islam yang sangat terkemuka di Indonesia. Meskipun dari sisi jumlah pengikutnya tidak sebanyak ormas Nahdlatul Ulama (NU), namun inilah ormas terkaya di negara kita.

Bahkan, timesindonesia.co.id (19/11/2023) menyebutkan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang terkaya di dunia.

Betapa tidak, di lingkungan Muhammadiyah terdapat 172 perguruan tinggi, 122 rumah sakit, 231 klinik, 5.345 sekolah, 440 pesantren, dan sebagainya.

Tercatat pula 20.465 unit aset wakaf dan sedikitnya lahan seluas 214.742.677 m2, yang merupakan kekayaan Muhammadiyah.

Bisa dibayangkan, total aset Muhammadiyah mungkin tidak kalah dengan aset perusahaan raksasa milik konglomerat yang dikenal sebagai orang terkaya.

Dari kacamata pihak perbankan, perusahaan dan organisasi yang punya dana jumbo, jelas terlihat sangat seksi dan menjadi rebutan.

Pejabat bank tak segan-segan melakukan lobi-lobi agar organisasi super kaya itu menyimpan dana di banknya.

Bagaimana tidak menggiurkan? Jika selama ini, untuk meraih 10.000.000 penabung yang masing-masing menyimpan dana Rp 1 juta, bank perlu bikin promo yang gencar dengan hadiah yang menarik.

Coba hitung, akumulasi dana dari penabung recehan tersebut adalah Rp 10 triliun yang dihimpun dengan susah payah.  

Di lain pihak, hanya dengan melakukan lobi-lobi, biasanya diikuti pula dengan presentasi, Rp 10 triliun bisa digaet bank dari satu perusahaan besar.

Tentu, dalam presentasi itu, pejabat bank akan memaparkan apa saja keuntungan atau apa saja fasilitas dan kemudahan bagi pihak penyimpan dana jumbo.

Adapun keuntungan bagi bank sangat jelas, dana itu ibarat darah. Tanpa dana, bank akan mati. Dana yang besar akan diputarkan bank sebagai kredit, agar mendapat cuan lumayan.

Tak heran, keberhasilan melobi nasabah gemuk tak selesai begitu dana masuk. Nasabah kelompok khusus itu harus selalu dimanjakan agar tidak ngambek.

Bahaya sekali kalau nasabah inti itu ngambek. Dengan sekali aksi, dananya bisa minggat ke bank pesaing. Akhirnya, bank yang kehilangan dana akan nangis bombay.

Makanya, untuk nasabah spesial itu, bank membuat divisi khusus, seperti divisi private banking dan divisi hubungan kelembagaan.

Nah, baru-baru ini di sejumlah media massa diberitakan soal Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah yang menarik dananya sekitar Rp 13 triliun dari Bank Syariah Indonesia (BSI).

Dana jumbo tersebut kemudian dipindahkan ke beberapa bank syariah lain yang menjadi pesaing BSI. 

Tentu, mengingat BSI hingga saat ini adalah bank syariah terbesar di Indonesia, pemindahan dana Muhammadiyah tersebut mungkin tidak berpengaruh secara signifikan. 

Sekadar catatan, total aset BSI pada posisi akhir Maret 2024 tercatat sebesar Rp 358 triliun. Adapun total dana pihak ketiga yang dihimpunnya sebesar Rp 297 trilun.

Jumlah dana BSI di atas terlihat dominan karena pesaing terdekatnya jauh tertinggal. Ini tidak mengherankan karena bank ini hasil merger 3 bank syariah milik 3 bank BUMN (Mandiri, BRI, dan BNI).

Namun demikian, aksi yang dilakukan Muhammadiyah itu pasti ada dampaknya jika dilihat dari sisi reputasi. 

Publik, atau paling tidak para nasabah lainnya, pasti bertanya-tanya, apakah ada sesuatu yang membuat Muhammadiyah merasa tidak dilayani dengan baik?

Bukan tidak mungkin, nasabah lain yang juga menyimpan dana di BSI cabang mana pun, akan ikut-ikutan memindahkan dananya ke bank syariah lain.

Mungkin memang ada kekecewaan yang dirasakan pengurus Muhammadiyah, yang tidak disebutkan ke media massa.

Bagaimanapun, manajemen BSI perlu mendalami dan mengevaluasi agar pemilik dana lain tidak ikut-ikutan. Bahkan, kalau perlu kembali "merayu" Muhammadiyah agar bersedia "rujuk".

Risiko Konsentrasi menjadi alasan resmi pihak Muhammadiyah terkait tindakannya memindahkan dana dari BSI. Maksudnya, jika dana terpusat di satu bank saja, akan muncul risiko. 

Jadi, Muhammadiyah ingin melihat persaingan yang lebih sehat antar sesama bank syariah, di mana tidak ada satu bank yang terlalu dominan.

Intinya, terlepas dari kasus hubungan kemitraan Muhammadiyah-BSI yang lagi menurun, bank manapun perlu mengevaluasi pendekatan yang dilakukannya demi mencari dan mempertahankan nasabah utamanya.

Idealnya, apapun kebutuhan nasabah perlu dipenuhi dengan baik oleh bank. Bahkan, kalau perlu bank melakukan jemput bola dengan membuka kantor cabang di gedung tempat nasabah intinya berkantor.

Selain itu, dalam era teknologi informasi canggih sekarang ini, perlu ada aplikasi khusus cash management system yang bisa digunakan secara real time online oleh nasabah inti untuk bertransaksi, tanpa perlu ke kantor bank.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun