Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Home Sweet Loan dan Pro Kontra Wajib Tapera

14 Oktober 2024   09:17 Diperbarui: 14 Oktober 2024   09:18 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. Freepik, dimuat bisnis.com

Bagi para pekerja yang menerima gaji setiap bulan, tentu telah memahami kalau gaji yang secara total mungkin relatif besar, pada akhirnya yang bisa digunakan dengan bebas, terbatas sekali.

Katakanlah Upah Minimun Regional (UMR) di DKI Jakarta saat ini Rp 5 juta. Tentu, bila punya gaji Rp 6 juta termasuk lumayan. Tapi, itu baru gaji kotor. Makanya jangan langsung berharap bisa punya ini dan itu.

Meskipun untuk potongan pajak telah dibayari oleh kantor tempat seseorang bekerja, tetap saja masih banyak potongan lain yang membuat gaji kotor yang di atas UMR itu tadi, secara net (bersih) jadi kecil. 

Potongan dimaksud antara lain untuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Iuran Pensiun, Potongan Asuransi, Potongan Iuran Koperasi, dan sebagainya.

Belum lagi kalau seorang pekerja mendapat pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lain, jelas harus dipotong untuk cicilan pengembalian pinjaman.

Lalu, ada lagi potongan yang akan diberlakukan kepada pekerja di perusahaan-perusahaan swasta, khusus yang mendapat penghasilan di atas UMR, yakni potongan Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat).

Program simpanan Tapera sebenarnya bukan hal baru. Sejak 2020 program ini telah berjalan khusus bagi aparatur sipil negara (ASN), yakni pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah. 

ASN tersebut bukan hanya pegawai negeri sipil (PNS), tapi juga anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian RI, dan pejabat negara.

Nah, sekarang ini untuk pegawai swasta juga wajib ikut program Tapera, yang oleh pemerintah telah menjamin uangnya tidak akan hilang.

Gaji karyawan swasta yang dipotong sebesar 3% akan disimpan dalam rekening dana Tapera. Terhadap perusahaan yang masih belum ikut Tapera, diberi kelonggaran hingga selambat-lambatnya di tahun 2027.

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan, potongan Tapera bagi pekerja dengan gaji di atas UMR adalah 3 persen yang wajib dibayarkan pemberi kerja dan peserta. 

"Sesuai UU Nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, kewajiban menjadi peserta hanya bagi pekerja atau pekerja mandiri, dengan penghasilan di atas upah minimum," kata Heru, saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (4/10/2024).

Jadi, Tapera  merupakan penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu, yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan, dan dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

Tapera dimaksudkan sebagai salah satu solusi yang diberikan pemerintah atas pembiayaan tempat tinggal bagi pekerja. Dengan kata lain, Tapera bisa ditafsirkan sebagai iuran yang dibayarkan peserta untuk membiayai perumahan.

Mengutip dari situs BP Tapera, tujuan Tapera ditulis untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan, dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta.

Meskipun mempunyai tujuan yang baik, kehadiran Tapera tetap menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, khususnya kaum pegawai. 

Pasalnya, dengan adanya potongan Tapera, para pekerja mengeluh karena tambahan jumlah potongan yang harus mereka tanggung. Padahal, seperti telah disinggung sebelumnya, potongan wajib lainnya sudah banyak.

Bagi mereka yang pro dengan potongan Tapera tentu hal ini baik-baik saja. Mereka berharap agar Tapera akan membantu mereka untuk punya rumah sendiri.

Bahwa bisa punya rumah sendiri itu bagi generasi muda terasa sulit, digambarkan dengan apik dalam film Home Sweet Loan, yang saat ini tengah tayang di banyak bioskop.

Film ini mengisahkan kehidupan seorang perempuan pekerja kantoran bernama Kaluna yang begitu mendambakan rumah impian. 

Ia merupakan anak bungsu yang tinggal bersama orang tua, dan di rumah itu pula tinggal keluarga kecil dari dua orang kakaknya.

Kondisi rumah yang ramai seringkali membuat Kaluna terganggu dan tidak nyaman. Bahkan, ia beranggapan sebagai seorang anak yang menumpang di rumah orang tua. 

Hampir seluruh kebutuhan rumah dipenuhi Kaluna sendiri tanpa bantuan kakak-kakaknya, padahal ia ingin menabung untuk membeli rumah.

Kalau saja Kaluna menjadi peserta Tapera, mungkin impiannya punya rumah lebih cepat terealisir.

Bagi mereka yang kontra dengan Tapera, mungkin karena mereka telah punya rumah atau sedang mencicil Kredit Pemilikan Rumah (KPR). 

Mereka juga takut, jangan-jangan Tapera jadi sumber korupsi baru, seperti yang pernah dialami dan membuat bangkrut perusahaan asuransi milik negara, Jiwasraya.

Ya, semoga Tapera bekerja dengan menerapkan tata kelola yang baik, yang memenuhi prinsip transparan, akuntabel, responsibel, independen, dan fairness.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun