Hari-hari ini, lagi ramai diberitakan tentang siapa saja yang bakal dilantik menjadi menteri dan jabatan lain setingkat menteri. Diperkirakan jumlah kementerian akan membengkak.
Dengan demikian, tentu jumlah menteri akan semakin banyak. Belum lagi bila wakil menteri ikut dihitung, karena ada kementerian yang akan diperkuat tiga wakil menteri.
Ya, tinggal menghitung hari, Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo-Gibran akan dilantik, tepatnya pada Minggu (20/10/2024).
Lalu, pada hari yang sama, mungkin di sore harinya, para menteri sebagai pembantu presiden juga secara resmi dilantik.
Jika melihat latar belakang tokoh-tokoh yang dipanggil ke kediaman Presiden terpilih, tampaknya wajah kabinet mendatang akan "nano-nano".
Maksudnya, latar belakang mereka sangat beragam, mulai dari politisi, aktivis tim sukses Prabowo-Gibran, pengusaha, atlet, artis, ulama, hingga mantan jurnalis.
Kita ucapkan selamat bagi tokoh-tokoh yang akan dilantik, sambil mendoakan semoga mereka sukses dan amanah dalam menjalankan tugas.
Namun, ada sedikit catatan yang disampaikan melalui tulisan sederhana ini, yakni agar mereka tidak terlena. Kekuasaan itu memabukkan dan telah banyak memakan korban.
Pada setiap pelantikan, akan ada pembacaan sumpah jabatan yang dipandu oleh pemuka agama sesuai agama yang dianut pejabat yang dilantik.
Bagi menteri yang kembali ditunjuk, mungkin acara sumpah jabatan dianggap hal biasa, tak akan membuat mereka deg-degan.
Tapi, bagi menteri yang baru akan menjabat untuk pertama kali, diharapkan akan memahami makna sakralnya pengucapan sumpah jabatan.
Inti sumpah tersebut adalah sebagai ikrar kesetiaan, pernyataan komitmen dan kesanggupan (atas nama Tuhan), bahwa jabatan yang dipangkunya tidak akan disia-siakan.
Apapun tugas yang mereka emban, harus dilaksanakan secara bersungguh-sungguh dan dengan penuh rasa tanggung jawab.Â
Dengan demikian, diharapkan potensi penyimpangan dan penyelewengan jabatan dapat dihindari, karena takut melanggar sumpah yang pernah diucapkannya.
Masalahnya, berkaca pada beberapa menteri di kabinet sebelumnya yang terjerumus dalam kubangan korupsi, maka sumpah jabatan bagi pejabat tertentu boleh dikatakan tidak berdampak.
Paling tidak, ada dua kemungkinan utama yang menyebabkan sumpah jabatan tidak memberikan dampak signifikan seperti yang diharapkan.
Pertama, karena faktor pribadi si pejabat, misalnya berkepribadian rakus, gampang tergoda, tidak taat pada asas, dan perilaku negatif lainnya yang mencerminkan kadar moral yang rendah.Â
Kedua, karena faktor sistem tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang belum mendukung. Karena itu, dibutuhkan penyehatan secara komprehensif di berbagai dimensi kehidupan.
Boleh jadi pejabat level menteri tidak terlibat korupsi, tapi karena sistemnya yang belum kondusif, tetap ada saja pejabat di lingkungan kementerian yang dipimpinnya melakukan korupsi.
Terlepas dari soal sistem yang masih perlu dibenahi, kepada para menteri yang akan dilantik, kita harapkan agar betul-betul meresapi makna sumpah jabatan.
Kekuasaan itu memabukkan. Ini bukan kalimat kiasan, tapi bisa juga dinilai dalam arti yang sesungguhnya. Tentu, bukan mabuk seperti efek miras, namun dalam arti membuat seseorang tidak sadar.
Tidak sadar tentang mana yang kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok, dan mana yang menjadi kepentingan negara atau kepentingan dinas.
Kalau sampai ada menteri yang untuk membeli skincare istrinya menggunakan dana yang seharusnya untuk kepentingan rakyat banyak, ini namanya menteri yang tidak bermoral.
Hati-hati juga dengan sanjungan anak buah dan pergi kemana-mana yang disambut dengan penuh hormat, ini juga bikin mabuk.
Ingat, segala sesuatu ada masanya. Jabatan itu sementara dan akan ada ujungnya. Tinggalkan legacy yang positif untuk diteladani penggantinya kelak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI