Tapi, bagi menteri yang baru akan menjabat untuk pertama kali, diharapkan akan memahami makna sakralnya pengucapan sumpah jabatan.
Inti sumpah tersebut adalah sebagai ikrar kesetiaan, pernyataan komitmen dan kesanggupan (atas nama Tuhan), bahwa jabatan yang dipangkunya tidak akan disia-siakan.
Apapun tugas yang mereka emban, harus dilaksanakan secara bersungguh-sungguh dan dengan penuh rasa tanggung jawab.Â
Dengan demikian, diharapkan potensi penyimpangan dan penyelewengan jabatan dapat dihindari, karena takut melanggar sumpah yang pernah diucapkannya.
Masalahnya, berkaca pada beberapa menteri di kabinet sebelumnya yang terjerumus dalam kubangan korupsi, maka sumpah jabatan bagi pejabat tertentu boleh dikatakan tidak berdampak.
Paling tidak, ada dua kemungkinan utama yang menyebabkan sumpah jabatan tidak memberikan dampak signifikan seperti yang diharapkan.
Pertama, karena faktor pribadi si pejabat, misalnya berkepribadian rakus, gampang tergoda, tidak taat pada asas, dan perilaku negatif lainnya yang mencerminkan kadar moral yang rendah.Â
Kedua, karena faktor sistem tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang belum mendukung. Karena itu, dibutuhkan penyehatan secara komprehensif di berbagai dimensi kehidupan.
Boleh jadi pejabat level menteri tidak terlibat korupsi, tapi karena sistemnya yang belum kondusif, tetap ada saja pejabat di lingkungan kementerian yang dipimpinnya melakukan korupsi.
Terlepas dari soal sistem yang masih perlu dibenahi, kepada para menteri yang akan dilantik, kita harapkan agar betul-betul meresapi makna sumpah jabatan.
Kekuasaan itu memabukkan. Ini bukan kalimat kiasan, tapi bisa juga dinilai dalam arti yang sesungguhnya. Tentu, bukan mabuk seperti efek miras, namun dalam arti membuat seseorang tidak sadar.