"Mohon arahan Bapak" merupakan kalimat yang cukup sering ditemukan dalam birokrasi di negara kita, termasuk juga di berbagai perusahaan milik negara.
Di satu sisi hal tersebut bisa dianggap positif, sebagai cermin budaya menghormati atasan. Budaya kita tidak sama dengan negara-negara barat yang biasa saja memanggil "you" ke atasan.
Di Indonesia, kata "bapak" terasa lebih tinggi derajatnya ketimbang "pak". "Bapak" ditujukan pada orang yang posisi jabatannya lebih tinggi, sedangkan "pak" lebih bersifat umum.
Namun, di sisi lain, hal itu bisa dipandang negatif karena ada aroma feodalisme. Seperti ada unsur "menghamba" dan sekaligus untuk mengambil hati atasan.
Selain itu, bisa pula mencerminkan anak buah yang tidak kreatif, seakan tak tahu bagaimana menindaklanjuti suatu masalah, dan sedikit-sedikit minta arahan atau petunjuk dari atasan.
Kalimat "mohon arahan bapak" (jika yang jadi pimpinan seorang wanita, tentu "mohon arahan ibu") sering muncul, baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk nota dinas.
Jika kalimat mohon arahan tersebut muncul di akhir laporan, setelah sebelumnya didahului oleh uraian permasalahan dan usulan solusinya, ini hal yang baik.
Tapi kalau hanya melaporkan masalah yang terjadi, setelah itu langsung mohon arahan atasan, hal ini mungkin pertanda kemalasan berpikir atau tidak kreatif.
Barangkali ada bawahan yang berpikir, buat apa capek-capek berpikir, toh akhirnya apa yang jadi kemauan atasan juga yang akan dilakukan.
Padahal, staf yang mampu memberikan beberapa alternatif solusi akan lebih disukai atasan, sehingga punya peluang untuk lebih cepat dipromosikan.
Memang, secara hirarki kedinasan, kewenangan untuk mengambil keputusan berada di tangan atasan. Staf atau bawahan berfungsi untuk membantu atasan.
Maka, staf yang baik adalah yang mampu menganalisis suatu masalah dan mampu memberikan saran atau pendapat untuk memecahkan masalah itu.
Tentu, setelah si staf menyampaikan pendapat dalam beberapa alternatif, akan menyerahkan kepada atasan untuk memutuskan alternatif mana yang dipilih.Â
Namun, dalam setiap alternatif, si staf seharusnya telah memaparkan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bahkan, ada baiknya staf juga berani mengusulkan alternatif yang dipilih.
Meskipun begitu, jika keputusan atasan berbeda dengan usulannya, si staf tidak perlu kecewa. Justru, si staf tetap harus loyal dengan melaksanakan keputusan atasan tersebut.
Jelaslah, jika ingin berkarier dengan lancar, tak bisa lain, kemampuan memetakan masalah, menganalisis, dan mencari solusi, mutlak harus dikembangkan.
Tidak hanya itu, kemampuan menyampaikan pendapat, baik berbicara dalam forum rapat maupun secara tertulis dalam bentuk surat dinas, juga sangat diperlukan.
Masalahnya, kultur di Indonesia mungkin masih terbiasa dengan budaya ewuh pakewuh atau banyak unsur basa basi.
Jadi, yang berpendapat dalam forum pertemuan biasanya didominasi oleh para pejabat. Akibatnya, staf junior sungkan menyampaikan pendapat.Â
Manajemen perusahaan yang baik akan menerapkan pola atau gaya komunikasi yang kondusif bagi semua karyawannya, termasuk yang di level bawah sekalipun, untuk berpendapat.
Bahkan, sebaiknya dibuat forum khusus yang bersifat rutin, misalnya seminggu sekali, di mana atasan menyediakan waktu untuk mendengar pendapat, termasuk keluhan, dari para karyawan.
Nah, bagi Anda yang sekarang masih berstatus mahasiswa, siapkan diri Anda untuk nanti bisa bersaing dalam mendapatkan pekerjaan di perusahaan atau lembaga yang punya reputasi tinggi.
Untuk itu, Anda jangan semata-mata terpaku dengan kegiatan perkuliahan agar memperoleh indeks prestasi akademis yang sangat memuaskan.
Kegiatan organisasi mahasiswa, kegiatan ekstra kurikuler, dan kegiatan sosial, juga perlu dalam rangka melatih kemampuan komunikasi dan kemampuan menyampaikan pendapat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI