Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Lowongan Kerja Lansia, Blue Collar Vs White Collar

1 Mei 2024   06:57 Diperbarui: 1 Mei 2024   07:15 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja lansia|dok. mistakenorders.com, dimuat idntimes.com

Di Singapura, bila kita makan di foodcourt yang ada di mal-mal, lazim melihat pelayan lanjut usia (lansia, berusia di atas 60 tahun) yang bekerja dengan gaya lamban, sesuai dengan usianya.

Melihat kondisi pelayan lansia itu, ada pelanggan yang merasa kasihan dan mempertanyakan kenapa kok lansia yang dipekerjakan. Apa demikian sulit mencari pekerja yang masih berusia produktif.

Padahal, mempekerjakan lansia sudah menjadi kebijakan pemerintah Singapura yang telah diterapkan sejak belasan tahun yang lalu.

Tidak hanya menjadi pekerja di restoran, tapi juga lumayan banyak lansia di Singapura menjadi petugas kebersihan yang lebih menguras tenaga.

Usia pensiun di Singapura adalah 63 tahun. Namun, setelah usia tersebut dibolehkan untuk tetap bekerja dengan status pekerja paruh waktu.

Kebijakan tersebut merupakan ide founding father Republik Singapura, Lee Kuan Yew. Tujuannya, agar lansia tetap bugar. Pekerja lansia ini sifatnya sukarela dan jam kerjanya lebih sedikit.

Bukankah kita sering melihat lansia yang cepat pikun bila tak punya kegiatan sehati-hari? Enaknya hidup tanpa bekerja itu paling lama hanya satu bulan.

Setelah itu, mereka yang banyak waktu luang, tapi tak tahu akan melakukan apa, menjadi bosan. Ketika itulah proses kepikunan akan semakin cepat datangnya.

Jadi, kalau kita ke Singapura dan melihat pekerja lansia melayani makanan yang kita pesan dengan gerakan yang lamban, mohon dimaklumi. 

Mereka bukan mencari uang untuk makan, karena uang pensiun yang mereka terima relatif cukup untuk menutupi kebutuhan hariannya.

Soalnya, di Singapura gaji bulanan seseorang saat dalam usia kerja, dipotong 20 persen untuk pensiun dan asuransi kesehatan.

Namun, bagi orang lain yang merasa kasihan terhadap lansia yang bekerja menjadi pelayan restoran, tentu bisa pula dimaklumi. Pekerjaan pelayan cenderung termasuk blue collar.

Ya, blue collar sebetulnya menggambarkan pekerja yang sangat menguras fisik, seperti buruh bangunan, buruh pabrik, dan sebagainya.

Tapi, pelayan restoran karena  pekerjaannya juga bersifat fisik, meskipun di lain pihak lebih menekankan soal kemampuan berkomunikasi, boleh dianggap mengarah ke blue collar.

Di sisi lain, tak akan ada orang yang kasihan terhadap lansia yang masih bekerja di posisi yang termasuk white collar. Dalam hal ini, pekerjaannya lebih bersifat pemikiran, bukan fisik.

White collar lansia di Indonesia banyak yang menjadi komisaris perusahaan, pembina di suatu organisasi, penasehat, dewan pertimbangan, majelis syuro, atau jabatan lain yang sejenis.

Jadi konsultan, dosen tidak tetap, juga termasuk yang banyak dimanfaatkan para eksekutif yang sudah memasuki masa pensiun.

Rata-rata, mereka memang sebelumnya lama berkecimpung sebagai jajaran manajemen di suatu perusahaan, atau jadi pejabat di instansi pemerintah.

Maka, lansia yang aktif dalam pekerjaan white collar itu dalam posisi masih dibutuhkan. Pengalamannya sangat bermanfaat bagi suatu perusahaan atau suatu lembaga.

Kelompok lansia profesional itu dipekerjakan bukan karena unsur belas kasihan, meskipun mungkin ada motif sebagai penghormatan atas jasanya di masa lalu.

Nah, sekarang di negara kita lagi ramai dibicarakan soal lowongan kerja bagi lansia, khususnya di bidang blue collar seperti petugas di perusahaan yang bergerak di usaha kuliner.

Adalah Boga Group yang berinisiatif merekrut pekerja lansia untuk posisi server di outlet mereka di Senayan Park dan Pondok Indah Mall.

Karena hal itu masih langka di Indonesia, lowongan kerja lansia itu mengundang polemik di media sosial. Ya, tentu polemik itu wajar-wajar saja.

Namun, kalau penerapannya seperti di Singapura, ini hal positif. Jangan dianggap sebagai saingan buruh yang hari ini merayakan Hari Buruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun