Karena ada suatu keperluan, saya membutuhkan satu kelompok tukang yang biasa membangun atau merenovasi rumah. Pekerjaan sudah dimulai sejak sebelum bulan puasa yang lalu.
Ketika beberapa hari sebelum puasa, saya sempat ngobrol dengan kepala tukang (pimpinan rombongan), bertanya tentang bagaimana rencana pekerjaannya selama bulan puasa.
Dia bilang akan tetap bekerja seperti biasa, tapi akan libur di hari pertama puasa saja dan libur lagi beberapa hari untuk merayakan lebaran. Adapun di hari Minggu, seperti juga di luar bulan puaa, mereka memang libur.
Saya bilang kalau bekerja di bulan puasa tak perlu terlalu dipaksakan. Saya akan tetap membayar upahnya secara mingguan tanpa dikurangi, tanpa menuntut harus seproduktif di luar puasa.
Ketika saya meninjau ke lapangan setelah beberapa hari puasa, saya menyaksikan para tukang lagi ngopi dan merokok. Kecuali seorang tukang tua yang mengaku lagi berpuasa.
O ya, kepala tukang ini usianya sekitar 38-39 tahun. Yang menjadi anak buahnya ada 5 orang yang terdiri dari adiknya, tetangganya dan ayahnya.
Lho kok ayahnya ikut? Ya, mereka memang keluarga tukang. Si anak yang sekarang jadi kepala, dulu belajar sama ayahnya.
Karena ayahnya sudah tua, sekarang mempercayakan kepada anaknya untuk memimpin. Soalnya, tugas pemimpin cukup berat, termasuk nego upah dengan si pemberi kerja.
Kembali ke soal puasa, hanya 6 golongan yang diperkenankan tidak puasa, yakni anak kecil yang belum baligh, orang sakit kronis termasuk lansia yang uzur, prempuan yang hamil dan menyusui, perempuan haid dan nifas, musafir atau orang yang melakukan perjalanan jauh, dan orang gila.
Tentang pekerja berat seperti tukang, menurut ceramah agama yang saya ikuti, tetap harus berpuasa. Paling tidak, memasang niat puasa dan ikut makan sahur.
Jika ketika bekerja sudah tidak kuat, yang kalau tetap puasa dikhawatirkan bisa pingsan atau sangat lemas, padahal bekerja sangat penting untuk mencari nafkah, maka boleh membatalkan puasa.
Tapi, puasa yang batal harus diganti di hari lain di luar Ramadan. Masalahnya, karena sehari-hari pekerjaannya bertukang, tentu sulit untuk membayar puasa.
Saya menyadari hal di atas dan saya merasa sudah bertoleransi dengan tidak menuntut tukang bekerja keras. Tapi, kalau memang niat mereka lemah, akan sulit untuk puasa.Â
Buktinya, tukang tua yang harusnya lebih lemah tenaganya, malah kuat puasa karena punya niat dan motivasi yang tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H