Tradisi mudik lebaran sudah berurat berakar yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat kita yang mencari nafkah dan menetap di kota perantauannya.
Kota perantauan biasanya adalah kota-kota besar yang memang merupakan kota yang menjadi pusat pemerintahan atau pusat perekonomian.
Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan dan Makassar adalah contoh kota-kota yang banyak dihuni orang-orang yang berasal dari daerah lain.
Demikian pula kota-kota yang perkembangannya cukup pesat di bidang industri atau pariwisata seperti Batam, Balikpapan, dan Denpasar.
Nah, bagi mereka yang hidup di rantau, ada semacam kewajiban moral untuk mengunjungi orang tuanya di kampung halaman. Dan waktu paling tepat adalah saat lebaran.
Tentu, untuk mudik lebaran, berbagai persiapan telah dilakukan jauh sebelumnya. Membeli tiket pesawat, kereta api, bus jarak jauh, atau kapal laut, sudah dipesan jauh sebelum lebaran.
Memang, bagi mereka yang tak punya cukup dana, mungkin tak bisa setiap lebaran melakukan perjalanan mudik.Â
Untungnya, dengan gawai di tangan yang tersambung dengan jaringan internet, silaturahmi antar perantau dengan keluarganya di kampung, bisa dilakukan melalui panggilan video.
Meskipun tak punya dana untuk transportasi, sedikit kiriman uang sebagai pertanda berbagi kebahagiaan dari perantau kepada famili di kampung, sudah sangat berarti.
Apalagi bagi yang pulang mudik, tentu uang yang dibagi nilainya jauh lebih besar. Inilah tradisi tahunan yang berdampak secara ekonomi bagi masyarakat desa.
Bisa dikatakan bahwa distribusi kebahagiaan tersebut bisa dalam bentuk beberapa hal berikut ini.
Pertama, pembayaran zakat fitrah yang diberikan kepada warga desa yang dinilai layak menerimanya.
Kedua, pembayaran zakat mal atau zakat harta. Dari gaji, THR, dan penghasilan lain yang diterima para pemudik, bila telah memenuhi kriteria, wajib dikeluarkan zakatnya.
Ketiga, salam tempel lebaran yang dibagikan pemudik kepada familinya yang tinggal di kampung, terutama kepada anak-anak, remaja dan lansia.
Keempat, pengeluaran selama di kampung seperti membeli makanan di warung, membeli oleh-oleh khas yang akan dibawa balik ke kota perantauan, dan sebagainya.
Jelas, dari belanja di kampung itu akan membawa rezeki bagi para pedagang kecil di sana.Â
Intinya, meskipun mudik lebaran di satu sisi terkesan sebagai pemborosan, tapi dampak positifnya juga lumayan.
Selain positif dari sisi menyambung silaturahmi, yang juga tak kalah penting adalah berbagi kebahagiaan atau sebagai alat distribusi kebahagiaan dengan warga di desa asal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H