Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Asmara Subuh Ramadan, Tradisi Negatif Remaja Kota Padang

20 Maret 2024   10:52 Diperbarui: 20 Maret 2024   11:07 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asmara subuh, istilah ini begitu akrab di telinga para remaja di kota Padang dan berbagai kota di Sumbar pada dekade 1970-an dan 1980-an.

Apakah sampai sekarang tradisi yang sebetulnya banyak dikecam para pemuka masyarakat karena bersifat negatif itu masih ada?

Ternyata, bila ditelusuri pada pemberitaan di sejumlah media daring, meskipun tidak seramai era jadul, tradisi asmara subuh masih saja dilakukan sebagian remaja.

Bahkan, sebetulnya tradisi tersebut bukan khas remaja Sumbar, tapi berlaku di berbagai daerah di Indonesia. 

Hanya karena masa remaja saya berlangsung di Sumbar, hal inilah yang terlintas di benak saya untuk menuliskan apa tradisi unik selama Ramadan.

Ya, ketika puluhan tahun lalu, tentu asmara subuh seolah-olah mendapat alasan sekadar alat pembenaran oleh para pelakunya.

Pertama, remaja jadul belum mengenal gadget seperti remaja zaman now. Tentu, kumpul-kumpul sesama remaja dilakukan secara tatap muka, bukan pakai video call gaya anak masa kini.

Kedua, selama bulan puasa, setelah makan sahur para remaja ingin menghirup udara segar sekalian melaksanakan salat subuh di masjid. 

Di luar bulan puasa, tak begitu banyak anak muda yang bisa konsisten melakukan ibadah salat subuh berjamaah di masjid atau musala.

Ketiga, nah, di sini masalahnya, yang sebenarnya sulit untuk dibenarkan. Setelah salat subuh, mereka bukannya mengaji, mendengar ceramah agama, atau langsung pulang ke rumah.

Meskipun si lelaki pakai sarung dan si wanita pakai mukena, yang namanya setan kan tetap saja setia untuk menggoda. Walaupun ada yang mengatakan setan digembok selama Ramadan.

Jadi, mereka pada asyik ngobrol sesama remaja yang sudah berbaur antara pria dan wanita. Tentu, awalnya lokasi ngobrol di jalan di depan masjid.

Kemudian, sesuai kesepakatan mereka, ada yang bergerombol ramai-ramai ke Pantai Padang, tapi dalam gerombolan itu sudah ada beberapa pasang yang saling naksir.

Ya, pembenaran dari pelaku asmara subuh, mereka hanya ngobrol-ngobrol saja, tidak berbuat lebih jauh dari itu.

Namun, dari beberapa kasus, ada juga pasangan yang memisahkan diri dari gerombolannya, kemudian mojok berdua. Tentu, kalau sudah mojok, sangat bisa terjadi hal yang kebablasan.

Semoga tradisi negatif tersebut tidak lagi dilanjutkan oleh generasi sekarang. Salat subuh ke masjid itu sangat bagus, jangan cemari dengan asmara subuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun