Bagi anak-anak, lebaran identik dengan baju baru dan dapat salam tempel lebaran. Orang tua mana yang tega tidak membelikan anaknya baju baru, paling tidak untuk lebaran hari pertama.
Tentu, maksudnya baju berupa pakaian lengkap, termasuk celana panjang baru dan sepatu yang juga baru. Pokoknya, di hari lebaran semua anak merasa keren.
Tidak hanya anak-anak, para remaja pun juga merasa perlu untuk berpakaian baru. Para remaja ini biasanya sedang berada dalam tahap sangat peduli pada penampilan fisiknya.Â
Tapi, bagi orang dewasa ceritanya bisa lain. Meskipun mampu membeli pakaian baru, banyak juga yang merasa tidak harus membeli baju baru.
Apalagi, bila baju-baju yang dimilikinya masih terlihat bagus, warnanya tidak pudar, dalam arti sangat layak untuk dipakai ketika bersilaturahmi dengan orang lain.
Bahkan, ada ibu-ibu yang kreatif, bisa memperbaiki baju lama yang jarang dipakai. Mungkin bajunya sudah agak longgar, sehingga perlu diperkecil.
Atau baju lama yang diberi tambahan ornamen baru, sehingga terkesan sebagai baju dengan model zaman sekarang.
Intinya, soal penampilan memang perlu mendapat perhatian, apalagi penampilan di hari lebaraan, saat tradisi saling berkunjung perlu kita pelihara.
Lagipula, memang disunahkan untuk memakai baju terbaik yang kita punya dalam rangka merayakan Idulfitri. Hal ini dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Allah SWT.
Jadi, tradisi memakai baju lebaran merupakan hal yang baik, dan tradisi ini merata di semua daerah di Indonesia. Bahkan, tak sedikit keluarga yang membuat pakaian muslim seragam.
Namun, di zaman sekarang mungkin perlu diberi makna baru, bahwa baju terbaik yang kita punya dan penampilan yang bagus, tidak selalu berarti wajib dengan membeli yang baru.
Jangan mengira kalau orang lain pasti ingat bahwa kita memakai baju yang dulu pernah kita pakai. Kalau pun mereka ingat, kita harus tetap percaya diri, karena pakian kita toh masih bagus.
Ini bukan semata-mata soal menghemat secara finansial, dari perspektif lingkungan hidup pun, industri pakaian yang bersifat fast fashion akan menimbulkan kerusakan lingkungan.
Bayangkan, akan jadi apa "sampah" pakaian bekas tersebut. Coba tengok lemari pakaian kita, kadang-kadang kita terheran-heran sendiri, kok sedemikian bertumpuk?
Memang, jika dilihat dari perspektif ekonomi, khususnya dari kacamata pelaku usaha yang membuat dan menjual pakaian, pelanggan yang membeli baju baru sangat diharapkannya.
Tapi, para pebisnis harus punya kepedulian lingkungan hidup demi masa depan kita bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H