Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pelaku Usaha dan Karyawan Jadi Role Model, Strategi Marketing yang Ampuh

4 Mei 2024   06:21 Diperbarui: 4 Mei 2024   06:50 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi barber shop|dok. Unsplash, dimuat Kompas.com

Para karyawan di Bank A setiap habis menerima gaji, banyak yang memindahkan gaji, dari yang masuk ke rekeningnya di bank A ke rekeningnya yang dibuka di Bank B.

Padahal, Bank B adalah saingan Bank A, baik dalam berburu dana dari para penabung, maupun dalam menyalurkan berbagai jenis kredit. 

Lalu, buat apa bank A memasang iklan besar-besar mengajak masyarakat menabung di banknya? Padahal, karyawannya sendiri malah menabung di bank lain.

Alasan para karyawan itu, jika mereka menabung di Bank B mudah sekali bertransaksi karena sistem teknologinya yang lebih canggih. 

Justru, para karyawan Bank A sebaiknya bersama-sama mendorong manajemennya untuk mengupayakan teknologinya tidak tertinggal ketimbang bank pesaing.

Gambaran di atas, mungkin tidak disadari oleh pihak manajemen Bank A. Maksudnya, pihak manajemen telah gagal dalam melakukan pemasaran internal.

Sebelum memasarkan ke pihak eksternal, sebaiknya pastikan pihak internal (karyawan dan keluarganya, termasuk juga pihak manajemen dan stakeholder lainnya), menyukai produknya sendiri.

Lebih jauh lagi, bukankah sebaiknya suatu perusahaan menjadikan para karyawannya sebagai role model? Sehingga, calon pelanggan atau nasabah akan percaya. 

Jika karyawan tidak menyukai produk yang dijual perusahaannya tempat bekerja, bagaimana bisa meyakinkan orang lain?

Ini ibarat tukang pangkas atau pekerja salon kecantikan yang rambutnya acak-acakan. Bahkan, terkadang bukan pekerjanya saja, tapi pemilik usaha atau pelaku usaha juga begitu.

Ada penjual pakaian yang pakaiannya sendiri terlihat tidak menarik. Ada dokter yang fisiknya terlihat tidak sehat seperti kegemukan yang berlebihan atau terlalu kurus.

Tak jarang pula terlihat pelaku usaha kuliner yang di tempatnya berjualan lagi asyik makan makanan yang dijual oleh pedagang lain.

Mungkin maksudnya baik, karena membantu si pedagang makanan yang lain, dalam arti sesama penjual makanan tidak saling bersaing.

Namun, calon konsumen yang melihat bisa menafsirkan lain, bahwa si pelaku usaha malah dinilai tidak menyukai makanan yang dijualnya.

Di lain pihak, ada pula gerai makanan  terkenal yang tidak memperkenankan karyawannya memakan makanan yang tidak habis terjual, padahal karyawannya suka makanan itu.

Kebijakan tersebut rasanya kurang tepat. Pada jam tutup restoran, jika masih ada makanan yang tersisa, daripada dibuang ke tempat sampah, alangkah baiknya dibagikan ke para karyawannya.

Dengan demikian, karyawan bersama keluarganya di rumah juga ikut merasakan nikmatnya makanan yang dijual di tempatnya bekerja.

Intinya, jadikan karyawan sebagai contoh yang baik, role model bagi pelanggan yang mau dijaring. Ini sekaligus meningkatkan sense of belonging para karyawan dan bangga akan perusahaan tempat mereka bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun