Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Gaji Sudah Dipotong Pajak, Kenapa SPT Tetap Wajib Lapor?

6 Maret 2024   05:30 Diperbarui: 12 Maret 2024   01:59 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa terasa sekarang sudah memasuki bulan Maret. Artinya, deadline untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahun 2023 wajib pajak orang pribadi, tinggal sekitar 20 hari.

Sebagai bagian dari pelayanan pajak, dalam seminggu terakhir ini pihak Direktorat Jenderal Pajak sudah mengirim pesan singkat ke banyak wajib pajak, tentang kewajiban pelaporan SPT tersebut.

Jika sampai 31 Maret seorang wajib pajak masih belum melaporkan, maka akan ada pengenaan denda atas keterlambatan pelaporan SPT itu.

Nah, sampai sekarang mungkin masih ada kesalahpahaman dari para karyawan, terutama karyawan di perusahaan swasta yang skala usahanya belum terlalu besar.

Kalau pegawai negeri sipil dan karyawan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), biasanya sudah diingatkan oleh bagian yang mengurus penggajian, agar semua karyawannya jangan telat melapor SPT.

Kesalahpahaman dimaksud adalah terkait masih adanya anggapan bahwa jika setiap menerima gaji bulanan telah dipotong pajak oleh perusahaan, tak perlu lagi melaporkan SPT tahunan.

Padahal, ada yang namanya SPT Nihil, yakni SPT yang tidak diiringi dengan pembayaran pajak, karena sudah dipotong dan disetorkan oleh pihak perusahaan tempat karyawan bekerja.

Adapun bagi seseorang yang mendapatkan gaji dari 2 pekerjaan, ada kemungkinan laporannya bukan SPT Nihil, melainkan ada kekurangan pajak yang harus disetor.

Contohnya, ada staf di sebuah perusahaan yang juga menjadi dosen tidak tetap di sebuah perguruan tinggi. Setiap menerima gaji atau honor di dua tempat itu sudah dipotong pajak.

Tapi, karena tarif pajak penghasilan di negara kita menganut pajak progresif, maka jika bukti pemotongan pajak dari kedua pemberi kerja itu digabung, akan terjadi kekurangan bayar.

Ilustrasi dok. ANTARAFOTO/Puspa Perwitasari, dimuat Detik.com
Ilustrasi dok. ANTARAFOTO/Puspa Perwitasari, dimuat Detik.com

Soalnya, masing-masing pemberi kerja memotong pajak dimulai dengan tarif terendah, padahal bila digabung penghasilan keduanya, di perusahaan kedua mungkin sudah terkena tarif lebih tinggi.

Okelah, kita abaikan pembahasan soal SPT atas dua pemberi kerja. Anggap saja, seperti yang dialami banyak orang, yakni menerima gaji dari satu pemberi kerja.

Dalam hal ini, meskipun si karyawan akan melaporkan SPT Nihil, namun tetap ada data lain yang cukup penting dan menjadi bagian dari SPT Tahunan.

Data tersebut tidak disimpan dalam database perusahaan, makanya kesadaran wajib pajak perorangan sangat diharapkan oleh Ditjen Pajak.

Data dimaksud adalah laporan harta wajib pajak, yang untuk pelaporan sekarang artinya harta posisi 31 Desember 2023.

Ada 6 golongan harta yang harus dilaporkan seseorang, tentu asumsinya bila orang tersebut kebetulan memiliki semua jenis harta itu. Keenam golongan itu adalah sebagai berikut.

Pertama, kas dan setara kas, yakni saldo uang tunai dan tabungan di bank. Juga termasuk deposito, giro, dan lain-lain yang disetarakan dengan kas.

Kedua, harta berbentuk piutang, maksudnya uang yang dipinjamkan seseorang kepada orang lain atau kepada suatu institusi.

Ketiga, berbagai jenis instrumen investasi seperti saham yang dibeli, obligasi, reksadana, penyertaan modal ke suatu perusahaan, dan investasi dalam bentuk instrumen keuangan lainnya.

Keempat, alat transportasi seperti sepeda, sepeda motor, mobil, dan kendaraan lain yang dimiliki seseorang yang melaporkan SPT.

Kelima, harta bergerak seperti logam mulia, intan dan berlian, barang seni atau barang antik, peralatan elektronik, dan harta bergerak lainnya.

Keenam, harta tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, baik sebagai tempat tinggal maupun ruko, pabrik, gudang, lahan pertanian, dan harta tak bergerak lainnya.

Jelaslah, laporan kekayaan tersebut sebetulnya juga bermanfaat bagi kita, agar kita tahu seperti apa harta kita dan apa rencana kita selanjutnya dengan harta tersebut.

Sebagai warga negara yang baik, kita perlu mematuhi kewajiban kita, bukan hanya dalam membayar pajak yang sudah dipotong pemberi kerja, juga melaporkan SPT-nya.

Mumpung masih ada waktu, bagi Anda yang belum melaporkan SPT, ada baiknya segera melaporkan. Mungkin agak ribet bagi yang pertama kali melaporkan, tapi nanti akan terbiasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun