Tanpa menyebutkan apa nama atau merek produknya, saya tergelitik dengan iklan salah satu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang akhir-akhir ini sering tayang di layar kaca.
Dalam iklan tersebut, terlihat seorang ibu yang menjadi karyawati di perusahaan penghasil AMDK itu. Sang Ibu memperkenalkan namanya dan mengaku sudah bekerja di sana selama 27 tahun.
Dengan ekspresi yang bahagia, karyawati yang berseragam kerja itu menyebutkan betapa bangganya ia bekerja di sana, karena perusahaan telah memberinya 100 persen.
Tak dijelaskan apa maksudnya 100 persen. Saya hanya sekadar menafsirkan, bahawa si karyawati mungkin telah mendapatkan semua hal yang diinginkannya dari perusahaan.
Intinya, dengan menyebut nama pendiri perusahaan, si ibu menyampaikan bahwa kami (maksudnya para pekerja yang semua terlihat berwajah ceria dalam kesibukannya), betah bekerja.
Saya menafsirkan lebih lanjut, para karyawan di pabrik AMDK itu merasa puas dalam bekerja. Topik yang berkaitan dengan kepuasan karyawan menurut saya sama penting dengan kepuasan pelanggan.
Namun, disadari atau tidak, topik tentang kepuasan pelanggan jauh lebih sering mengemuka, karena dianggap sebagai faktor penentu keuntungan bagi perusahaan.
Saya jadi teringat adanya dua aliran pemikiran yang berbeda titik pandangnya, tentang bagaimana caranya menciptakan kepuasan pelanggan.Â
Tentu, kita semua bersepakat, bagi perusahaan apapun, kelangsungan hidup dan perkembangan usahanya terletak dari kepuasan pelanggan.
Pelanggan yang puas diyakini akan berulang-ulang membeli produk atau jasa dari sebuah perusahaan, bahkan akan mempengaruhi kerabat dan sahabatnya untuk melakukan hal yang sama.