Nah, apa itu dua aliran pemikiran tentang menciptakan kepuasan pelanggan yang telah saya singgung di atas?
Pertama, pemikiran yang fokus kepada kepuasan pelanggan terlebih dahulu. Bila pelanggan puas, otomatis penjualan naik, lalu cuan mengalir yang sebagian dibagikan untuk kepuasan karyawan.
Karyawan hanya diimbau untuk mencari sisi kebahagiaannya masing-masing agar bersemangat dalam bekerja. Dengan harapan nanti bila perusahaan sudah sukses, karyawan makin sejahtera.
Tapi, tentu tak gampang merasa bahagia bila gaji pas-pasan. Jika manajemen perusahaan sekadar memberi harapan, belum tentu karyawan menyambut dengan senang hati.
Kedua, pemikiran yang memprioritaskan pada kepuasan karyawan terlebih dahulu. Karyawan yang puas akan melayani pelanggan dengan sepenuh hati, sehingga pelanggan pun puas.
Pilihan di atas memang ibarat mempertanyakan mana yang lebih dulu ada, ayam atau telur? Artinya, dua-duanya bisa betul.
Jadi, pola mana yang dipakai, sangat tergantung pada selera atau keyakinan siapa pimpinan puncak perusahaan, yang biasanya disebut dengan Chief Executive Officer (CEO).
Istilah lain sebagai padanan CEO di Indonesia adalah Direktur Utama (Dirut) atau Presiden Direktur (Presdir). Kepada sosok nomor satu itulah nasib karyawan dipasrahkan.
Perlu ditambahkan, yang namanya kepuasan karyawan itu memang bersifat multidimensi alias terdiri dari banyak faktor.
Tapi, tak terbantahkan lagi, gaji dan tunjangan yang diterima para karyawan menjadi faktor utama. Berikutnya bisa jadi soal pengembangan karier, soal pola komunikasi, dan sebagainya.
Berikut ini saya memberikan sebuah contoh nyata yang terjadi di sebuah bank (tak perlu menyebutkan nama banknya). Hingga tahun 2005, para karyawannya bergaji di bawah rata-rata bank lain.