Jika dianggap sebagai sampah dan dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) juga bukan langkah yang baik, karena bila ditimbun dan dibakar, sifatnya tidak terurai.
Seharusnya masing-masing parpol atau masing-masing caleg bertanggung jawab dengan APK yang dulu dipasangnya. Tapi, kenyataannya, banyak caleg yang membiarkannya.
Untung saja, ada beberapa kelompok pemuda yang punya inisiatif dan melakukan inovasi dengan menampung dan memanfaatkan APK untuk dibuat menjadi barang yang bermanfaat.
Contohnya, di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, ada komunitas yang namanya agak panjang, yakni "Gudskul Rekayasa dan Dicoba-coba" yang disingkat dengan GudRnD.
Komunitas itu menghasilkan berbagai barang yang mampu menghasilkan cuan yang diolah dari sampah APK, menjadi meja, kursi, tas, dan papan.
Dari hasil beberapa kali uji coba, GudRnD berhasil menemukan formula untuk mengolah banner (salah satu jenis APK) menjadi berbagai barang jadi itu tadi.
Hasil olahan limbah tersebut ternyata lumayan banyak peminatnya. Penjualan dilakukan melalui marketplace, website, sejumlah toko, dan berdasarkan pemesanan.
Di Medan, ada pula "Workshop Ecofriendly Board" yang berlokasi di kawasan Belawan. Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Lingkungan Hidup menyuplai limbah APK ke workshop tersebut.
Di sana, sampah yang masuk akan dipanaskan pada suhu 300 derajat Celcius yang kemudian berubah bentuk menjadi cairan setelah keluar dari mesin.