Pola asuh ini hanya mengutamakan komunikasi satu arah melalui berbagai larangan yang harus dihindari dan perintah yang harus dilakukan anak.Â
Tak jarang orang tua dengan pola asuh otoriter memberikan hukuman atau menerapkan disiplin keras untuk mengendalikan perilaku anak, seperti memberikan hukuman fisik.Â
Makanya, dulu ada rotan atau lidi yang lazim disiapkan orang tua di rumah, sebagai senjata yang akan digunakan untuk memukul kaki atau tangan anak yang tidak mematuhi aturan dari orang tua.
Tentu, hal tersebut akan membekas dalam ingatan si anak, sehingga memengaruhi kesehatan mentalnya, bahkan bisa mengalami trauma.
Beberapa dampak dari pola asuh orang tua yang otoriter terhadap anak adalah sebagai berikut.
Pertama, anak menjadi tidak kreatif untuk memulai hal baru, karena selalu takut salah. Kalau nanti sudah bekerja, ia hanya menunggu instruksi atasan
Kedua, anak tidak mandiri karena sulit mengambil keputusan sendiri. Bahkan, jangankan mengambil keputusan, sekadar mengemukakan pendapat saja tidak berani.
Ada hambatan mental yang membuat si anak tidak berani, yang sekaligus membuat anak merasa rendah diri.Â
Apa artinya anak patuh dan disiplin, tapi seolah-olah tidak punya semangat, tidak punya "jiwa" yang bergelora?
Oleh karena itu, perlu penerapan pola asuh otoritatif atau yang dikenal juga dengan pola asuh demokratis. Jenis pengasuhan ini mengutamakan komunikasi dua arah antara orang tua dan anak.Â
Dengan pola asuh otoritatif, orang tua selalu mendukung, responsif, mendengarkan pendapat anak, dan menanamkan kesadaran pada anak dengan menjelaskan setiap aturan secara bijak.