Ketika seorang ibu baru melahirkan bayi, tentu menjadi hal yang sangat membahagiakan bagi si ibu itu sendiri, meskipun proses melahirkan ibarat mempertaruhkan nyawanya, saking sakitnya.
Justru, beberapa tahun setelah itu, si ibu tak keberatan atau bahkan sengaja menghendaki hamil lagi, agar bisa menambah adik baru bagi si anak yang telah lahir duluan.
Kondisi yang diharapkan tentu saja, baik si ibu maupun bayinya, sama-sama dalam kondisi sehat. Demikian pula soal tumbuh kembang anak di masa-masa berikutnya, diharapkan berjalan dengan baik.
Soal wajah atau warna kulit si bayi, misalnya berkulit gelap, atau hidungnya yang tidak mancung, tak perlu membuat orang tua berkecil hati.
Lagi pula, pada saat baru dilahirkan belum terdeteksi apakah bayi tersebut akan jadi perempuan cantik atau lelaki tampan kelak ketika sudah besar.
Masalahnya, ada semacam keusilan sebagian orang dalam melontarkan komentar ketika melihat bayi, baik saat bertemu langsung maupun saat berinteraksi di media sosial.
Inilah pengalaman seorang artis Tasya Kamila saat baru punya bayi 5 tahun lalu. Ketika ia lagi bahagia menikmati momen kebersamaan dengan sang buah hati, tiba-tiba muncul rasa kesal.
Bagaimana tidak? Si kecil, Arrasya Wardhana Bachtiar, yang saat itu baru berusia 2 bulan, mendapat baby shaming dari para netizen.
Baby shaming adalah istilah yang lazim dipakai untuk menggambarkan tindakan body shaming yang ditujukan pada bayi.
Body shaming merupakan bullying (perundungan) yang dilakukan dengan mengomentari dalam konotasi negatif bentuk fisik seseorang.
Meski baby shaming kerap dibalut dengan gaya bahasa bercanda, namun sangat mungkin akan meninggalkan luka di hati sang ibu dan ayah si bayi.
Komentar-komentar seperti: “Kak jidat anaknya lebar, kak hidung si dedek dipencet-pencet dong biar mancung, Arrasya kurang gembul, masih kurus keliatannya,” jelas membuat Tasya kesal.
Meski sempat geram dan mengungkapkannya lewat sebuah postingan instagram, Tasya mengaku tidak ambil pusing.
Dukungan suami dan keluarganya membuat Tasya mampu menghadapi berbagai komentar baby shaming yang ditujukan pada anaknya, tanpa harus terpuruk secara mental.
Namun, Tasya mengaku khawatir jika hal yang dialaminya juga terjadi pada ibu lain yang kurang mendapat support system sepertinya.
Jelaslah, ketika kita melihat bayi, meskipun gatal ingin berkomentar, coba timbang-timbang dulu sebelum komentar itu dilontarkan. Komentar tersebut jangan bernada baby shaming.
Berkomentar di dunia nyata dan di dunia maya, sama saja dampaknya. Jika komentar itu menyakitkan, akan membuat kesal pihak yang dikomentari.
Bahkan, komentar di media sosial punya dampak lebih besar, mengingat yang nimbrung jumlahnya jauh lebih banyak.
Kalau kita berada di pihak yang terkena baby shaming, beberapa tips berikut ini perlu dilakukan agar tidak menjadi beban mental.
Pertama, mencari dukungan dari support system, misalnya kepada suami, orang tua, saudara, kerabat, dan sahabat akrab.
Kedua, jangan memberi respon atas komentar negatif tersebut. Layangkan saja senyuman tanpa membalas komentar.
Ketiga, jangan menyalahkan diri sendiri atau jangan baper. Justru, sikap bersyukur yang perlu dikedepankan.
Keempat, tetap fokus mengasuh anak dengan penuh kasih sayang dan berdoa agar kelak si anak menjadi anak yang sukses dan membahagiakan orang tua.
Kelima, konsultasikan ke dokter anak atau ke psikolog anak, bila memang punya pertanyaan atau masalah yang belum terpecahkan.
Keenam, tutup akun media sosial sebagai langkah terakhir, bila tak kuat menahan serbuan komentar negatif dari sejumlah orang.
Demikian saja, semoga bermanfaat, terutama bagi mereka yang punya bayi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H