Berita tentang sejumlah mahasiswa ITB yang melakukan aksi demo menentang kebijakan kampus yang bekerja sama dengan pengelola aplikasi pinjaman online (pinjol), menuai tanggapan beragam.
Jika dibaca komentar beberapa pengamat di media massa, ada yang menyayangkan kenapa pihak rektorat ITB termakan bujuk rayu pengelola pinjol untuk bekerja sama.
Soalnya, citra pinjol selama ini cenderung berbau negatif. Masyarakat sangat mudah mendapat pinjaman, cukup sambil rebahan di rumah memainkan gawai yang ada jaringan internet.
Namun, jika si peminjam cukup menyimak persyaratannya, ternyata bunganya lumayan besar, jauh di atas suku bunga rata-rata di perbankan nasional.
Lalu, jika sempat menunggak, akan muncul denda, sehingga jumlah pinjaman bisa berlipat dua, bahkan bisa lebih dari itu.
Itulah yang menyebabkan sebagian nasabah pinjol merasa terjebak, karena tidak menduga pinjol "sekejam" itu.
Nah, di lain pihak, mahalnya biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal) di berbagai kampus, termasuk di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), membuat sebagian mahasiswa menunggak pembayaran UKT.
Hal itulah yang dilihat sebagai peluang oleh salah satu pengelola pinjol. Pihak ITB menyambut baik pihak pengelola pinjol tertentu itu karena sudah punya izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Jadi, menyalahkan pihak ITB sepenuhnya juga bukan hal yang bijak, mengingat pinjol hanya salah satu alternatif bagi mahasiswa yang menunggak UKT.
Lagipula, pihak bank sebagai penyedia kredit konvensional tidak atau belum melakukan sosialisasi kepada mahasiswa, apakah bank punya skim kredit untuk mahasiswa?
Mungkin tidak ada produk kredit khusus bagi mahasiswa, tapi kredit multiguna dengan jaminan dari penghasilan orang tua mahasiswa bisa juga menjadi alternatif.
Tapi, yang namanya kredit di bank, proses pencairannya relatif lebih lama dibandingkan dengan proses pencairan kredit via pinjol.
Untunglah, sekarang ada harapan bagi mahasiswa yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Sejumlah media memberitakan pemerintah tengah menggodok pinjaman bagi mahasiswa.
Skimnya berupa pinjaman berbunga nol persen dan pengembaliannya dicicil setelah mahasiswa lulus dan mendapat pekerjaan.
Hal ini dapat disebut semacam bantuan, karena pemerintah menilai mahasiswa sebagai investasi di bidang sumber daya manusia demi kemajuan bangsa di masa depan.
Tapi, belum didapat penjelasan lebih rinci seperti apa mekanisme pemberian kredit mahasiswa itu dan bagaimana soal jaminannya.
Kenapa pihak pemerintah yang berinisiatif menggodok kredit ringan bagi mahasiswa? Jika pihak bank yang berinisiatif memberikan kredit dengan bunga nol persen, tentu tidak mungkin.Â
Soalnya, bank dalam mendapatkan dana harus membayar bunga pada para nasabah penyimpan dana, baik berupa tabungan, deposito, atau giro.
Maka, suku bunga yang dibebankan bank kepada peminjam, wajar saja sedikit lebih tinggi dari persentase bunga yang dibayarkan bank kepada para penyimpan dana.
Bukan berarti bank semata-mata mencari untung. Tak sedikit bank memberikan beasiswa, tapi atas nama program corporate social responsibility (CSR).
Adapun untuk kredit bagi mahasiswa, bagaimanpun juga tentu harus diatur segi manajemen risikonya, agar tidak terjadi tunggakan pengembalian kredit.
Jika pengembaliannya lancar, maka bank punya dana lagi untuk dipinjamkan kepada mahasiswa lain yang juga membutuhkan kucuran kredit.
Ingat, dulu ada yang namanya Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI) di tahun 1980-an yang menggunakan ijazah sarjana sebagai jaminan yang ditahan bank.
Ketika itu ada perjanjian bahwa bagi mahasiswa penerima kredit, ketika dinyatakan lulus, ijazahnya harus diserahkan ke bank hingga kreditnya dilunasi.
Masalahnya, cukup banyak tunggakan KMI yang dibiarkan tidak dilunasi oleh peminjamnya, meskipun mereka telah bekerja.
Artinya, tidak memegang ijazah asli pun tidak apa-apa, toh mereka punya foto kopinya yang telah dilegalisir.
Semoga, kredit mahasiswa versi baru yang tengah digodok bisa menemukan cara yang lebih baik, agar tunggakannya dapat ditekan serendah mungkin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H