Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika Tujuan Bisnis dan Sosial Campur Aduk, Apa Solusinya?

4 Januari 2024   06:40 Diperbarui: 4 Januari 2024   06:45 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. cekaja.com

Kegiatan bisnis dan kegiatan sosial sebetulnya sangat erat kaitannya. Makanya, kedua hal ini tidak perlu dilihat sebagai kondisi yang bertolak belakang.

Dalam hal ini, kegiatan bisnis dimaksudkan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk mencari keuntungan, dengan menjual produk atau jasa tertentu.

Sedangkan kegiatan sosial bukan untuk mencari keuntungan, tapi justru membantu pihak lain yang hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Dari keberhasilan berbisnis, seseorang jadi mampu menyisihkan uang untuk mendanai kegiatan sosialnya, atau didonasikan kepada berbagai yayasan yang bergerak di bidang sosial.

Bisa pula karena pergaulan sosialnya yang luas, seseorang mendapatkan tambahan pelanggan yang membeli produk atau jasa yang dijualnya.

Seorang pebisnis yang juga punya citra yang kuat sebagai dermawan, akan semakin gampang mendapatkan pelanggan dan bisnisnya semakin berkembang.

Bahkan, sejumlah perusahaan membentuk yayasan khusus sebagai entitas yang menampung donasi dan menyalurkannya dalam berbagai program sosial.

Kegiatan sosial di atas lazimnya dinilai sebagai wujud dari corporate social responsibility (CSR) sebuah perusahaan. Jelaslah, bisnis dan sosial itu saling melengkapi.

Namun demikian, pada kondisi tertentu, seorang pelaku usaha mungkin dihadapkan dengan persoalan yang pelik. Maksudnya, si pelaku usaha harus memilih salah satu, bisnis atau sosial.

Tak sedikit pelaku usaha yang berbaik hati mempekerjakan anggota keluarganya, misalnya adiknya, keponakannya, iparnya, dan sebagainya.

Kenapa pelaku usaha seperti menjadi wadah penampungan bagi kerabat yang lagi menganggur? Karena niat awalnya memang untuk membuat para kerabat tidak menganggur.

Artinya, pendirian usahanya secara implisit bermotifkan kegiatan sosial. Kalau murni bisnis, tentu jumlah karyawan yang diterima sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan bisnis.

Itu pun karyawan yang akan diterima perlu dilihat dulu kapasitas dan kompetensinya, apakah cocok dengan kebutuhan usaha.

Namanya juga anggota keluarga. Tentu, tidak perlu diseleksi sebelum diterima bekerja, tak ada wawancara kompetensi atau psikotes.

Hasilnya gampang diduga. Pekerja yang anggota keluarga malah menggerogoti perusahaan. Membuat kinerja usaha jadi menurun.

Sudah begitu, mereka juga berpenampilan seperti bos saja di depan karyawan yang bukan anggota keluarga.

Apabila dinasehati oleh pemilik usaha, karyawan yang juga kerabat itu malah melawan. Akibatnya, hubungan kekerabatan jadi retak.

Jangankan di perusahaan yang berskala mikro dan kecil, di perusahaan besar pun sering muncul konflik bila ada beberapa anggota keluarga yang ikut dalam jajaran manajemennya.

Nah, jika kondisinya sudah tercampur aduk antara misi bisnis dan misi sosial, solusinya ya harus kembali ke "khittah", dalam arti kembalikan kepada niat awalnya.

Kalau niat awalnya memang untuk misi sosial, tak perlu disesali bila perusahaan jadi merugi. Namun, jika niatnya untuk berbisnis, perlu solusi yang tepat sebagai tindakan korektif.

Tindakan korektif dimaksud, kalau memang ingin berbisnis ya berbisnislah dengan segala prinsip yang lazim dalam bisnis. Tentu, juga dengan menerapkan etika bisnis yang baik.

Bahwa setelah bisnis berjalan dengan baik, akan mendonasikan sebagian keuntungan untuk program sosial, oke-oke saja.

Termasuk misalnya, dengan membantu saudara-saudara atau para kerabat yang memang layak dibantu.

Bagus pula bila melakukan program sosial yang lebih terorganisir dengan sasaran masyarakat banyak, sebagai wujud pelaksanaan CSR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun