Kenapa pelaku usaha seperti menjadi wadah penampungan bagi kerabat yang lagi menganggur? Karena niat awalnya memang untuk membuat para kerabat tidak menganggur.
Artinya, pendirian usahanya secara implisit bermotifkan kegiatan sosial. Kalau murni bisnis, tentu jumlah karyawan yang diterima sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan bisnis.
Itu pun karyawan yang akan diterima perlu dilihat dulu kapasitas dan kompetensinya, apakah cocok dengan kebutuhan usaha.
Namanya juga anggota keluarga. Tentu, tidak perlu diseleksi sebelum diterima bekerja, tak ada wawancara kompetensi atau psikotes.
Hasilnya gampang diduga. Pekerja yang anggota keluarga malah menggerogoti perusahaan. Membuat kinerja usaha jadi menurun.
Sudah begitu, mereka juga berpenampilan seperti bos saja di depan karyawan yang bukan anggota keluarga.
Apabila dinasehati oleh pemilik usaha, karyawan yang juga kerabat itu malah melawan. Akibatnya, hubungan kekerabatan jadi retak.
Jangankan di perusahaan yang berskala mikro dan kecil, di perusahaan besar pun sering muncul konflik bila ada beberapa anggota keluarga yang ikut dalam jajaran manajemennya.
Nah, jika kondisinya sudah tercampur aduk antara misi bisnis dan misi sosial, solusinya ya harus kembali ke "khittah", dalam arti kembalikan kepada niat awalnya.
Kalau niat awalnya memang untuk misi sosial, tak perlu disesali bila perusahaan jadi merugi. Namun, jika niatnya untuk berbisnis, perlu solusi yang tepat sebagai tindakan korektif.
Tindakan korektif dimaksud, kalau memang ingin berbisnis ya berbisnislah dengan segala prinsip yang lazim dalam bisnis. Tentu, juga dengan menerapkan etika bisnis yang baik.