Juga bukan mereka yang sangat vokal melancarkan kritik terhadap atasan, meskipun kritik itu disampaikan di belakang atasan.
Demikian pula mereka yang hanya cari aman, dengan diam saja dalam kondisi yang kurang kondusif, jelas bukan pengikut yang diharapkan di suatu organisasi.
Pengikut yang baik itu bersifat aktif dalam bekerja, menyelesaikan tugasnya dengan kualitas yang baik, serta mencari cara penyelesaian terhadap satu masalah yang dihadapi.
Mereka berani menyampaikan pendapat ke atasan, meskipun ada risiko pendapat tersebut tidak diterima oleh atasannya.
Terhadap sebuah keputusan atasan yang telah diambil, terutama setelah pengikutnya menyampaikan pendapat, pengikut yang baik akan patuh melaksanakan keputusan tersebut.
Kecuali, bila keputusan tersebut sangat bertentangan dengan isi hati si pengikut, katakanlah keputusan si atasan beraroma korupsi, seorang pengikut yang baik tidak takut untuk resign.
Jadi, ada semacam prinsip, bahwa integritas menjadi yang terpenting, baik bagi bawahan, apalagi bagi atasan.Â
Sekali integritas itu dilanggar, dan tak ada celah untuk mengoreksinya, keluar dari perusahaan atau organisasi, menjadi pilihan yang layak dipertimbangkan.
Kesimpulannya, mari kita jadi pengikut yang baik ketika berhadapan dengan pihak-pihak yang posisinya lebih tinggi.
Bersamaan dengan itu, mari kita menjadi pemimpin yang baik ketika berhadapan dengan pihak-pihak yang posisinya lebih rendah.
Kedua hal itu, leadership dan followership, bisa dipelajari dan dilatih, agar melekat dalam keseharian kita saat bekerja.