Banyak referensi yang menekankan pentingnya seseorang menjadi pemimpin yang baik, dengan bermunculannya berbagai teori tentang leadership atau kepemimpinan.
Padahal, tak ada pemimpin tanpa pengikut. Pemimpin tidak dilahirkan begitu saja, tapi melewati proses yang panjang yang dimulai dari menjadi pengikut yang baik.
Makanya, ilmu tentang followership (kepengikutan) tak kalah penting untuk bisa diaplikasikan dalam suatu perusahaan atau organisasi lainnya.
Ingat, seorang pemimpin sebetulnya juga pengikut dari pemimpin yang lebih tinggi lagi. Demikian pula seorang pengikut, juga menjadi seorang pemimpin bagi anggota yang posisinya lebih di bawah.
Seorang Presiden pun masih punya atasan, karena harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya ke lembaga tinggi negara.
Sedangkan seorang yang punya kedudukan paling bawah, katakanlah seorang petugas kebersihan, paling tidak menjadi pemimpin di keluarganya sendiri.
Jadi, seseorang itu pada hakikatnya adalah seorang leader sekaligus follower, atau seorang follower sekaligus leader.
Nah, tulisan ini lebih fokus pada pembahasan tentang bagaimana menjadi seorang pengikut yang baik, terutama di sebuah perusahaan atau di sebuah instansi.
Pengikut yang baik tidak bersifat pasif yang hanya bergerak bila diperintah oleh atasan. Artinya, anggota yang hanya menunggu, sama sekali tidak punya inisiatif, bukan tindakan yang baik.
Pengikut yang baik bukan pula mereka yang pintar "menjilat" memuji-muji atasan dengan sikap hormat yang berlebihan.
Juga bukan mereka yang sangat vokal melancarkan kritik terhadap atasan, meskipun kritik itu disampaikan di belakang atasan.
Demikian pula mereka yang hanya cari aman, dengan diam saja dalam kondisi yang kurang kondusif, jelas bukan pengikut yang diharapkan di suatu organisasi.
Pengikut yang baik itu bersifat aktif dalam bekerja, menyelesaikan tugasnya dengan kualitas yang baik, serta mencari cara penyelesaian terhadap satu masalah yang dihadapi.
Mereka berani menyampaikan pendapat ke atasan, meskipun ada risiko pendapat tersebut tidak diterima oleh atasannya.
Terhadap sebuah keputusan atasan yang telah diambil, terutama setelah pengikutnya menyampaikan pendapat, pengikut yang baik akan patuh melaksanakan keputusan tersebut.
Kecuali, bila keputusan tersebut sangat bertentangan dengan isi hati si pengikut, katakanlah keputusan si atasan beraroma korupsi, seorang pengikut yang baik tidak takut untuk resign.
Jadi, ada semacam prinsip, bahwa integritas menjadi yang terpenting, baik bagi bawahan, apalagi bagi atasan.Â
Sekali integritas itu dilanggar, dan tak ada celah untuk mengoreksinya, keluar dari perusahaan atau organisasi, menjadi pilihan yang layak dipertimbangkan.
Kesimpulannya, mari kita jadi pengikut yang baik ketika berhadapan dengan pihak-pihak yang posisinya lebih tinggi.
Bersamaan dengan itu, mari kita menjadi pemimpin yang baik ketika berhadapan dengan pihak-pihak yang posisinya lebih rendah.
Kedua hal itu, leadership dan followership, bisa dipelajari dan dilatih, agar melekat dalam keseharian kita saat bekerja.
Bahkan, dalam kehidupan rumah tangga atau bersosialisasi di lingkungan tempat tinggal kita pun, kedua hal di atas sangat diperlukan.
Dengan demikian, akan tercipta suatu kerjasama yang efektif dalam rangka mencapai tujuan perusahaan atau organisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H