Menghadapi libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), tentu akan banyak orang yang memanfaatkannya untuk bepergian, baik untuk sekadar jalan-jalan, maupun untuk urusan keluarga.
Banyak hal yang harus diperhatikan bila akan bepergian bersama keluarga, apalagi bila dalam rombongan, terdapat anak yang masih usia balita.
Ini kisah lama saya, tepatnya di saat menjelang tahun baru 1997. Kami sekeluarga, yakni saya, istri dan dua anak laki-laki saya yang berusia 3 dan 1 tahun bermaksud jalan-jalan ke Bali. Juga ikut bersama kami seorang asisten rumah tangga.
Demi menghemat dana, kami sengaja naik bus eksekutif, kalau tidak salah ingat, Bus Lorena. Ketika itu, harga tiket pesawat sekitar 4 kali lipat dari tarif bus eksekutif, sehingga tidak menjadi pilihan kami.
Lagi pula, naik bus eksekutif ketika itu memakan waktu sekitar 24 jam. Berbeda dengan sekarang yang waktu tempuhnya lebih lama. Sedangkan tarif pesawat sekarang hanya sekitar 2-3 kali lipat tarif bus eksekutif.
Dari rumah saya di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, kami naik taksi ke Terminal Bus Rawamangun, Jakarta Timur, tempat bus yang akan kami tumpangi mangkal.
Terminal bus tersebut merupakan salah satu terminal bagi bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) di Jakarta.
Ketika taksi sampai di terminal bus, kami pun keluar dari taksi. Perhatian saya terfokus pada barang yang ada di bagasi dan membayar ongkos taksi kepada drivernya.
Istri saya menggendong anak kedua yang masih bayi. Harapan saya, asisten rumah tangga akan menggandeng tangan anak saya yang sulung.
Tanpa saya duga, ketika barang sudah diturunkan dan siap untuk naik bus, saya tiba-tiba sangat panik, karena tidak melihat anak sulung.
Saya pun melihat ke dalam bus yang akan saya tumpangi, siapa tahu anak saya sudah duluan naik bus. Tetap saja belum terlihat wajah anak saya.
Setelah mencari ke sekitar, saya tetap tidak melihat anak saya. Akhirnya saya memutuskan mendatangi kantor pengurus terminal. Di sana ada petugas yang mengumumkan hal-hal yang penting.
"Telah hilang seorang anak berusia 3 tahun, laki-laki, memakai baju kaos warna biru," demikian kira-kira bunyi pengumuman yang dibacakan petugas, sesuai dengan informasi yang saya berikan.
Saya semakin cemas, karena ketika itu lagi marak juga isu penculikan anak, yang banyak diberitakan media massa.
Setelah pengumuman tersebut, istri saya melongok ke dalam sebuah bus yang berdekatan dengan bus yang akan saya tumpangi.
Alhamdulillah, terlihat anak saya di bagian tengah bus sedang menangis dan tengah diajak ngomong oleh seorang ibu setengah baya. Mungkin si ibu bertanya sesuatu.
Dengan perasaan lega, saya dan istri akhirnya menjemput anak yang nyaris hilang itu dari bus yang salah dinaiki anak saya, dan membawanya ke bus yang akan kami tumpangi.
Jadi, bagi mereka yang melakukan perjalanan dan membawa anak balita, sebaiknya selalu hati-hati. Pastikan si anak selalu terlihat keberadaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H