Diakui atau tidak, fenomena seorang lelaki yang berpoligami, baik secara resmi maupun dengan sembunyi-sembunyi, sudah sejak lama terjadi di negara kita.
Hanya saja, di zaman informasi yang demikian terbuka seperti sekarang, kisah-kisah poligami ataupun sekadar kisah perselingkuhan, demikian banyak tersebar di media sosial.
Barangkali hal tersebut juga ditangkap oleh para seniman, khususnya pencipta lagu. Ada lagu Teman Tapi Mesra, Kekasih Gelapku, Sephia, dan masih banyak lagu bertema perselingkuhan lainnya.
Nah, ada satu lagu yang cukup unik, judulnya "Jadikan Aku yang Kedua". Penciptanya tak begitu dikenal yakni M. Novi Umar.
Kalau tidak keliru, lagu tersebut menjadi salah satu pemenang dalam program lomba cipta lagu yang diadakan oleh TV7 pada tahun 2006.Â
TV7 awalnya punya Grup Kompas yang menjadi Trans 7 setelah diakuisisi Trans TV. Grup Kompas sendiri kemudian mendirikan Kompas TV yang masih beroperasi sampai sekarang.
Meskipun pencipta lagunya tidak begitu dikenal publik, tapi penyanyi yang membawakannya, yakni wanita asal Surabaya bernama Astrid Sartiasari, namanya melambung berkat lagu ini.
Lagu "Jadikan Aku yang Kedua" ini dirilis pada 2006, yang merupakan salah satu single dari album kedua Astrid. Kebetulan, judul albumnya juga sama dengan single tersebut.
Coba simak lirik selengkapnya dari lagu "Jadikan Aku yang Kedua" pada bagian yang dicetak miring berikut ini.
Jika dia cintaimu, melebihi cintaku padamu
Aku pasti rela untuk melepasmu, walaupun ku tahu ku kan terluka
Jikalau semua berbeda, kau bukanlah orang yang kupuja
Tapi hatiku telah memilihmu, walau kau tak mungkin tinggalkannya
Jadikan aku yang kedua, buatlah diriku bahagia
Walaupun kau tak kan pernah kumilki selamanya.
Perhatikan kalimat pada 2 baris terakhir yang menggambarkan kenekatan seorang wanita untuk memilih lelaki yang telah dimiliki wanita lain.
Selama ini, wanita seperti itu digambarkan dengan citra yang negatif dan sebutannya adalah perebut laki orang (pelakor). Nah, lagu itu seolah-olah menjadi suara hati pelakor.
Maka, para pelakor sesungguhnya di dunia nyata mungkin merasa terwakili dengan lirik lagu tersebut. Bahwa, jadi orang ketiga itu tak perlu malu-malu amat.
Tapi, ada yang kurang jelas dan memunculkan pertanyaan dari lagu itu, atau mungkin diserahkan pada penafsiran para penikmat lagunya.Â
Menjadi yang kedua itu, maksudnya dijadikan sebagai istri kedua dari seorang suami yang berpoligami (soal nikah siri atau resmi, itu soal lain), atau sekadar jadi wanita selingkuhan?
Dipandang dari sisi agama Islam, poligami dengan maksimal 4 istri, sesuatu yang sah-sah saja, sepanjang memenuhi syarat. Yang penting si suami bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya.
Dari sisi budaya pun, mungkin juga ada yang permisif terhadap poligami, meskipun ini perlu didalami lebih lanjut.
Namun, jika itu diartikan sebagai perselingkuhan, memang perlu berhati-hati menafsirkannya. Jika masyarakat memandang perselingkuhan sebagai hal yang biasa, akan berbahaya.
Kembali ke lagu di atas, sepertinya banyak wanita yang menyukai lagunya, meskipun secara umum mereka bisa dikatakan tidak mau dimadu.
Sedangkan laki-laki, wajar-wajar saja menyukai lirik lagunya, apalagi para suami pemuja poligami.
Jika lirik lagu dianggap mewakili apa yang berkembang di tengah masyarakat, apakah bisa kita artikan bahwa jadi pelakor saat ini bukan lagi hal yang tabu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H