Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Usaha Restoran, Jangan Hanya Menggoda Saat Perkenalan

15 Desember 2023   05:32 Diperbarui: 15 Desember 2023   05:46 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam 6 bulan terakhir ini, sudah beberapa kali saya melakukan perjalanan dari Pekanbaru di Provinsi Riau ke kota Payakumbuh di Provinsi Sumatera Barat.

Kebetulan, setiap melewati Kota Bangkinang (sekitar 65 km dari Pekanbaru dan masih masuk Provinsi Riau), selalu pada saat makan siang, sekitar jam 13.00 hingga 14.00 WIB.

Biasanya, saya akan melewati kota Bangkinang, sekitar 10 km setelah pusat kota, untuk menikmati nasi soto yang memang banyak pelanggannya.

Namun, suatu kali di bulan Juli lalu, di sebuah rumah makan di pusat kota Bangkinang terbaca oleh saya ada menu spesial di sana, yakni sambalado tanak.

Seketika saya terbayang dengan masa kecil, saat saya begitu lahap makan nasi bila ibu saya membuat sambalado tanak sebagai lauknya.

Bagi yang belum tahu, sambalado tanak adalah salah satu sambal khas Minang yang bahannya cabai giling, santan kelapa yang sudah dimasak, ikan teri, petai, dan rempah-rempah lainnya.

Eh, ternyata saat saya masuk restoran itu, sambalado tanaknya sudah habis. Kepada saya diperlihatkan bekas tempat sambalado tanak yang memang sudah kosong.

Tempelan warna merah atau lebih tepatnya orannye di pinggir wadah yang diperlihatkan ke saya, meyakinkan saya bahwa wadah itu tadinya untuk sambalado tanak.

Tentu, saya harus puas untuk memesan menu lain, termasuk jenis sambal yang boleh dikatakan standar rumah makan Padang, yaitu sambal goreng merah dan sambal cabe hijau.

Mungkin karena disajikan dalam kondisi panas, baik nasi maupun lauknya, rasanya sungguh maknyus. Keringat saya mengucur deras, pertanda saya makan dengan antusias.

Saya jadi penasaran, mudah-mudahan pada kesempatan berikutnya saya akan singgah lagi dan bisa kebagian sambalado tanak.

Nah, kesempatan kedua datang juga sekitar 2 bulan setelah itu. Alhamdulillah, kali ini saya datang lebih cepat dan masih kebagian sambalado tanak.

Namun, bayangan sambalado tanak seperti yang dimasak ibu saya di zaman dulu, tidak terlihat dari tampilannya. Ketika saya kunyah, saya berkata dalam hati bahwa ini tidak seenak punya ibu saya.

Akhirnya, begitulah, saya tetap menikmati menu lainnya yang memenuhi selera saya. Hanya saja, harapan saya yang terlanjur tinggi, tidak tercapai.

Apalagi, saya juga memberi nilai yang rendah untuk kondisi kebersihan di rumah makan itu, sewaktu saya ke toilet dan menumpang salat di musala di pojok belakang rumah makan.

Rasa makanan oke, tapi kebersihan kurang memenuhi standar, menjadikan saya tidak terlau berminat lagi untuk singgah pada kesempatan berikutnya.

Kemudian, saya ingin berganti kisah dengan Restoran Minang "P" yang saat peresmiannya di kawasan Bintaro, Jakarta, tahun 2022 diramaikan di media sosial.

Restoran itu langsung terkenal dan dengan sistem waralaba membuka beberapa cabang di lokasi lain di Jakarta.

Sewaktu dibuka Cabang Tebet yang relatif dekat dari rumah saya, saya pun penasaran untuk menjajalnya. Apakah memang seheboh ulasannya di media sosial?

Mewah, luas, dan bersih, itulah kesan pertama saya. Parkir mobil pun relatif gampang. Menikmati makanannya untuk pertama kali, enak-enak saja.

Namun, ketika makan untuk kedua kalinya sewaktu mentraktir famili saya, rasanya sebetulnya biasa saja. Apalagi saya baru menyadari, pilihan menunya tak terlalu banyak.

Akhirnya, kesan mewah dan bersih yang tak dibarengi dengan rasa yang maknyus membuat saya urung jadi pelanggan setianya.

Begitulah dalam bisnis kuliner, jangan hanya membuat seseorang tergoda saat perkenalan. Seharusnya, berbagai faktor harus saling mendukung.

Rasa, kenyamanan, kebersihan, keramahan pelayan, harga yang wajar, adalah beberapa faktor yang saling mendukung. Satu faktor saja yang tidak bagus, bisa merusak citra di mata konsumen.

Idealnya, dengan sekali berkenalan membuat pelanggan tak mau pindah ke lain hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun