Sebaliknya, jika banyak orang asing yang berwisata ke Indonesia, maka devisa akan masuk, karena mata uang asing yang dibawa wisatawan tersebut akan ditukar menjadi rupiah.
Ketiga, identik dengan nomor dua di atas, jika banyak WNI yang berobat ke luar negeri, maka sama saja dengan ikut memperlemah rupiah.
Bahkan, baru-baru ini Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa Indonesia banyak kehilangan devisa karena masyarakat menengah ke atas cenderung berobat ke luar negeri.
"Kita ingin semuanya sehat, tetapi kalau pas sakit, jangan pergi ke luar negeri", ucap Jokowi dikutip dari Youtube Kompas TV, Sabtu (4/11/2023).
Perlu diketahui, dalam kondisi rupiah melemah, harga barang impor akan semakin mahal, sebaliknya harga produk Indonesia akan dinilai murah oleh warga negara lain.
Demikian juga dalam hal wisata, ongkos bepergian ke luar negeri akan semakin mahal, sebaliknya di mata orang asing akan murah bila berwisata ke Indonesia.
Namun demikian, bila dalam kondisi rupiah yang lemah, perilaku WNI tidak berubah, dalam arti tetap banyak membeli produk asing dan banyak berwisata ke luar negeri, rupiah akan semakin parah.
Setelah masa pandemi berlalu, bisa jadi nafsu bepergian ke mancanegara tak terbendung lagi. Akibatnya, meskipun makin mahal, ya tetap jalan-jalan ke luar negeri.
Padahal, yang sangat dibutuhkan adalah membalikkan keadaan, yakni bagaimana agar produk Indonesia makin banyak diekspor dan warga asing makin banyak berwisata ke Indonesia.
Wisatawan asing memang mulai banyak yang datang ke Indonesia, terutama Bali. Namun demikian, WNI yang ke luar negeri juga tak terbendung lagi.
Hal itu juga sebagai keberhasilan pemerintah negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia, yang begitu gencar berpromosi di Indonesia, agar kita berwisata ke negara mereka.