Ada banyak faktor yang membuat nilai mata uang rupiah semakin melemah bila dibandingkan dengan sejumlah mata uang asing, khususnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Secara teoritis, jika rupiah melemah terhadap dolar AS, bisa kerena permintaan terhadap dolar meningkat, seiring dengan meningkatnya suku bunga di negara Paman Sam itu.Â
Bahkan, bisa dikatakan terjadi capital outflow, di mana investasi warga asing di Indonesia dalam surat berharga seperti saham dan obligasi mengalami penurunan tajam.
Artinya, mereka melakuan aksi jual, dan dengan hasil penjualan itu digunakan untul membeli instrumen keuangan di pasar modal AS.
Faktor global lain yang juga bersifat uncontrollable adalah terjadinya perang di Ukraina dan sekarang juga di Gaza (Palestina). Ini secara tak langsung juga berimbas pada nilai rupiah.
Tapi, barangkali tak banyak yang menyadari, tingkah laku masyarakat Indonesia sendiri juga bisa membuat kondisi rupiah semakin terpuruk.
Pertama, jika masyarakat lebih banyak membeli produk impor, ini akan mendorong importir memasukkan barang lebih banyak lagi.
Untuk itu, para importir harus mengkonversi rupiahnya menjadi dolar agar bisa membeli barang dari luar negeri. Ini membuktikan bahwa permintaan terhadap dolar melonjak.
Kedua, kalau banyak WNI yang berwisata ke luar negeri. Hal ini juga sama mekanismenya, yakni WNI tersebut perlu menjual rupiah untuk membeli valuta asing.
Bukankah saat berbelanja atau membayar apapun di negara tujuan, kita harus menggunakan mata uang yang berlaku di negara itu?
Sebaliknya, jika banyak orang asing yang berwisata ke Indonesia, maka devisa akan masuk, karena mata uang asing yang dibawa wisatawan tersebut akan ditukar menjadi rupiah.
Ketiga, identik dengan nomor dua di atas, jika banyak WNI yang berobat ke luar negeri, maka sama saja dengan ikut memperlemah rupiah.
Bahkan, baru-baru ini Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa Indonesia banyak kehilangan devisa karena masyarakat menengah ke atas cenderung berobat ke luar negeri.
"Kita ingin semuanya sehat, tetapi kalau pas sakit, jangan pergi ke luar negeri", ucap Jokowi dikutip dari Youtube Kompas TV, Sabtu (4/11/2023).
Perlu diketahui, dalam kondisi rupiah melemah, harga barang impor akan semakin mahal, sebaliknya harga produk Indonesia akan dinilai murah oleh warga negara lain.
Demikian juga dalam hal wisata, ongkos bepergian ke luar negeri akan semakin mahal, sebaliknya di mata orang asing akan murah bila berwisata ke Indonesia.
Namun demikian, bila dalam kondisi rupiah yang lemah, perilaku WNI tidak berubah, dalam arti tetap banyak membeli produk asing dan banyak berwisata ke luar negeri, rupiah akan semakin parah.
Setelah masa pandemi berlalu, bisa jadi nafsu bepergian ke mancanegara tak terbendung lagi. Akibatnya, meskipun makin mahal, ya tetap jalan-jalan ke luar negeri.
Padahal, yang sangat dibutuhkan adalah membalikkan keadaan, yakni bagaimana agar produk Indonesia makin banyak diekspor dan warga asing makin banyak berwisata ke Indonesia.
Wisatawan asing memang mulai banyak yang datang ke Indonesia, terutama Bali. Namun demikian, WNI yang ke luar negeri juga tak terbendung lagi.
Hal itu juga sebagai keberhasilan pemerintah negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia, yang begitu gencar berpromosi di Indonesia, agar kita berwisata ke negara mereka.
Ada juga promosi yang tidak menekankan untuk berwisata, tapi berobat. Di Malaysia, beberapa rumah sakit di Pulau Penang sangat terkenal di mata pasien asal Indonesia.
Warga Riau banyak yang berobat ke Melaka, karena ada fery dari Dumai ke sana. Sedangkan warga Kepulauan Riau, karena ada kapal langsung, banyak yang berobat ke Johor.
Namun, dengan kondisi sekarang ini, kita jangan gampang tergoda dengan promosi wisata atau promosi berobat di negara jiran itu.
Untuk wisata memang sebaiknya ditunda, apalagi objek wisata di dalam negeri sangat banyak yang menarik yang selama ini mungkin belum dilirik.
Tapi, untuk berobat kasusnya berbeda, sekiranya fasilitas, pelayanan, dan tarif rumah sakit di negara tetangga dinilai lebih baik.
Tidak mungkin melarang orang sakit yang punya keyakinan lebih cepat penyembuhannya jika berobat di luar negeri.Â
Namun, sebaiknya terlebih dahulu mencari informasi yang lengkap, di dalam negeri pun sudah tersedia rumah sakit yang mampu bersaing dengan luar negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H