Lagi pula, acaranya tidak semata-mata ceramah dalam rangka Maulid Nabi Muhammad. Namun, juga dimeriahkan oleh penampilan musik religi dan pembacaan puisi religi.
Setahu saya, selama ini acara pengajian atau ceramah agama, bahkan yang disebut tablig akbar sekalipun, bisa dihadiri siapa saja dan tak perlu mendaftar, apalagi membayar.
Hanya saja, jika pengunjung membludak, katakanlah karena penceramahnya merupakan sosok terkenal dengan penggemar yang banyak, tentu sebagian jemaah harus rela tak kebagian tempat.
Bahwa si penceramah kondang itu mendapat bayaran, katakanlah semacam honor atau uang terima kasih dari panitia yang mengundang, itu sudah hal biasa.
Memang, soal tarif seorang ustaz merupakan area abu-abu yang jarang dibicarakan publik. Bukankah seorang penceramah harus ikhlas melakukan dakwah.
Namun, diakui atau tidak, "tarif ustaz" itu benar adanya, mulai dari ustaz kelas RT yang bertarif ala kadarnya, hingga kelas nasional yang bertarif mahal.
Tapi, bukan berarti panitia pengundang ustaz tersebut layak membisniskan ceramah agama, dengan manarik bayaran ke para pendengar ceramah yang diselenggarakannya.
Biasanya sumber dana panitia berasal dari kas masjid yang dikumpulkan secara sukarela dari jemaah yang bersedia menjadi donatur.
Apakah ceramah agama yang mengharuskan jemaahnya mendaftar dan membayar akan menjadi suatu kelaziman di masa depan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H