Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Catat Apa Kata Dosen, Bukan Pinjam Catatan Teman

19 Oktober 2023   08:09 Diperbarui: 19 Oktober 2023   08:11 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mencatat saat kuliah|dok. Getty Images, dimuat bbc.com

Membaca tulisan I Ketut Suweca terkait pentingnya mencatat sewaktu mengikuti kegiatan kuliah (Kompasiana, 14/10/2023), menginspirasi saya untuk menuliskan pengalaman sendiri.

Saya kuliah S-1 pada awal dekade 1980-an, saat satu-satunya cara mencatat penjelasan dosen di depan kelas adalah menulis dengan tangan sendiri.

Maksudnya belum ada ponsel yang membuat penggunanya bisa mencatat dengan mengetik. 

Juga belum ada posel yang bisa memotret tulisan dosen di papan tulis dan merekam suara dosen saat memberikan kuliah.

Kemudian di akhir dekade 1990-an saya mengikuti program S-2. Ponsel sudah ada ketika itu, tapi masih berukuran besar dan masih sedikit orang yang mempunyai.

Bagaimana cara mahasiswa yang malas mencatat sendiri atau yang malah mangkir saat kuliah? Ia bisa meminjam catatan temannya yang rajin mencatat, lalu pergi ke kios foto kopi.

Karena saya tergolong rajin mencatat, maka ada beberapa teman yang juga rajin meminjam catatan saya.

Tak masalah bagi saya jika foto kopi catatan kuliah saya beredar di beberapa orang teman, asal mereka bisa membacanya dengan baik.

Soalnya, agar apa yang diucapkan dosen bisa tercatat dengan lengkap, tulisan saya lebih mirip tulisan resep dokter alias bergaya cakar ayam.

Lagi pula, saya banyak menyingkat kata seenak saya sendiri, juga memakai simbol-simbol, semata-mata agar bisa mencatat secara cepat.

Sebetulnya, saya pernah belajar stenografi (sistem menulis cepat yang di era jadul banyak digunakan para wartawan), tapi karena jarang dipraktikkan, akhirnya ilmu itu terbuang sia-sia.

Meminjam catatan teman yang rajin mencatat, lalu memfotokopi, hasilnya tak sebagus mencatat sendiri, karena suasana kejiwaan dosen saat menjelaskan tak tertangkap.

Hal itu terbukti dari nilai ujian saya yang lebih baik dari yang diperoleh teman-teman yang meminjam catatan saya.

Perlu saya tambahkan, saat saya kuliah, soal ujian berbentuk esai. Artinya, kemampuan mahasiswa menuliskan jawaban secara lengkap dan sistematis, sangat dibutuhkan.

Penilaian ujian berpola esay sedikit banyak berbau subjektivitas dari dosen. Selera dosen bisa diketahui dari kalimat yang meluncur dari mulutnya. Makanya, bagi saya catatan kuliah itu penting.

Banyak juga mahasiswa yang rajin membaca buku teks, tapi agak malas mencatat. Yang tipe begini, saat ujian akan menjawab seperti bahasa di buku teks.

Mahasiswa tersebut tetap lulus, tapi nilainya tak sebagus mahasiswa yang menjawab dengan gaya kalimat sesuai selera dosen.

Hanya pertanyaan berupa "definisi" yang jawabannya harus persis buku teks. Untuk pertanyaan "apa pendapat saudara", sebaiknya bergaya yang dimaui dosen.

Bukannya membaca buku teks tidak penting. Tapi, berdasarkan pengalaman saya, buku teks perlu dilengkapi dengan kembangannya, yang didapat dari menyimak kata dosen dan mencatat sendiri.

Apakah cara saya yang konvensional itu masih layak digunakan di era teknologi canggih sekarang ini? Menurut saya masih layak, karena mencatat sendiri itu membantu agar "nancep" di kepala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun